Monday, December 24, 2012

teknologi amilase pakan ternak



PENGANTAR
Pakan memiliki peranan penting bagi ternak, baik untuk
pertumbuhan ternak muda maupun untuk mempertahankan hidup dan
menghasilkan produk (susu, anak, daging) serta tenaga bagi ternak
dewasa. Fungsi lain dari pakan adalah untuk memelihara daya tahan
tubuh dan kesehatan. Agar ternak tumbuh sesuai dengan yang
diharapkan, jenis pakan yang diberikan pada ternak harus bermutu baik
dan dalam jumlah cukup.
Produksi Hijauan Makanan Ternak (HMT) dalam setahun sangat
dipengaruhi oleh musim. Musim hujan dimana curah hujan tinggi akan
menghasilkan HMT yang melimpah sebaliknya musim kemarau dengan
curah hujan rendah HMT yang dihasilkan juga jauh menurun. Hal ini
akan mempengaruhi peternak dalam menyediakan HMT untuk
ternaknya. Limbah pertanian cukup melimpah yang dapat dimanfaatkan
sebagai pakan ternak. Misalnya jerami padi segar yang dihasilkan dari
satu hektar sawah bervariasi antara 12-15 ton/musim panen atau
berkisar 4-5 ton/ha/kering.
Teknologi pengawetan HMT dan limbah pertanian sudah banyak
dikembangkan untuk mengatasi masalah ketersediaan sepanjang tahun
antara lain silase, fermentasi, amoniasi dan hay. Teknologi ini sangat
sederhana sehingga mudah dipahami dan diterapkan oleh peternak. Jika
teknologi ini dapat dikembangkan di pedesaan maka peternak akan
mudah dalam penyediaan HMT sepanjang tahun.
Buku ini menguraikan teknologi budidaya, cara pengawetan
HMT dan limbah pertanian dengan teknologi sederhana. Semoga buku
ini bermanfaat bagi pembaca.
Penulis,
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
3
DAFTAR ISI
Halaman
PENGANTAR............................................................................ iii
DAFTAR ISI.............................................................................. iv
DAFTRA GAMBAR ................................................................ vi
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................... 1
BAB II. HIJAUAN MAKANAN TERNAK DAN LIMBAH
PERTANIAN............................................................. 3
2.1. Pengertian HMT dan Limbah Pertanian .................... 3
2.2. Jenis-jenis HMT ......................................................... 4
2.3. Jenis Limbah Pertanian............................................... 5
2.4. Kebutuhan HMT Pada Ternak.................................... 5
BAB III. TEKNOLOGI BUDIDAYA....................................... 6
3.1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schumach)... 6
3.2. Rumput King Grass (Pennisetum sp).......................... 20
3.3. Tanaman Gamal (Gliricidia sepium) .......................... 23
3.4. Tanaman Singkong (Manihot esculenta Crantz) ........ 28
3.5. Tanaman Turi (Sesbania Glandiflora)........................ 30
3.6. Tanaman Kaliandra (Calliandra Calotrysus) ............. 31
BAB IV. TEKNOLOGI SILASE .............................................. 33
4.1. Pengertian Silase ........................................................ 33
4.2. Bahan-bahan Silase..................................................... 35
4.3. Cara Pembuatan. ......................................................... 36
4.4. Ciri-ciri Silase Yang Jadi............................................ 37
4.5. Cara Pemberian Pada Ternak ..................................... 39
BAB V. TEKNOLOGI AMONIASI ....................................... 40
5.1. Pengertian Amoniasi .................................................. 40
5.2. Bahan-bahan Amoniasi............................................... 41
5.3. Cara Pembuatan Amoniasi Jerami Padi...................... 42
5.4. Ciri-ciri Hasil Amoniasi Yang Jadi ............................ 44
5.5. Cara Pemberian Pada Ternak ..................................... 44
5.6. Amoniasi Kulit Kopi .................................................. 45
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
4
BAB VI. TEKNOLOGI FERMENTASI ................................. 46
6.1. Pengertian Fermentasi ................................................ 46
6.2. Bahan-bahan Fermentasi............................................. 46
6.3. Cara Pembuatan. ......................................................... 48
BAB.VII. TEKNOLOGI HAY ................................................. 53
7.1. Pengertian Hay ........................................................... 53
7.2. Bahan-bahan Pembuatan Hay..................................... 55
7.3. Proses Pembuatan Hay................................................ 56
7.4. Ciri-ciri HayYang Jadi................................................ 57
DAFTAR BACAAN ................................................................ 59
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
5
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. King Grass berumur sekitar 2 minggu setelah panen ......... 8
2. Bercak hijau muda di sekitar pangkal daun King Grass..... 10
3. Rumput Gajah King Grass berumur sekitar 8 bulan sejak
hari tanam ........................................................................... 10
4. Batang berwarna kemerah merahan merupakan ciri
kultivar Taiwan (Cijayana)................................................. 11
5. Batang rumput Taiwan yang besar tapi relatif lunak
(Cijayana). .......................................................................... 12
6. Rumpun rumput gajah Africa yang sudah tua .................... 13
7. Jumlah rumpun gajah Africa yang banyak ......................... 13
8. Penanaman rumput gajah, Cijayana (2).............................. 15
9. Penanaman rumput gajah dengan pola lorong (Alley
Cropping)............................................................................ 16
10. Penanaman rumput gajah dengan pola monokultur. .......... 17
11. Pemanenan di musim hujan (usia sekitar 40 harian). ......... 18
12. Gamal, tanaman kombinasi yang baik................................ 19
13. Petani Cijayana dan King Grass ......................................... 20
14. Tanaman Gamal. ................................................................ 27
15. Pertanaman Singkong/ubi kayu.......................................... 29
16. Tanaman Turi. .................................................................... 30
17. Tanaman Kaliandra. ........................................................... 31
18. Hay yang sudah jadi. .......................................................... 58
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
6
BAB I
PENDAHULUAN
Produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor lingkungan sampai
70% dan faktor genetik hanya sekitar 30%. Diantara faktor lingkungan
tersebut, aspek pakan mempunyai pengaruh paling besar yaitu sekitar
60%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun potensi genetik ternak
tinggi, namun apabila pemberian pakan tidak memenuhi persyaratan
kuantitas dan kualitas, maka produksi yang tinggi tidak akan tercapai.
Di samping pengaruhnya yang besar terhadap produktivitas ternak,
faktor pakan juga merupakan biaya produksi yang terbesar dalam usaha
peternakan. Biaya pakan ini dapat mencapai 60-80% dari keseluruhan
biaya produksi.
Pakan hijauan adalah bahan yang berfungsi sebagai sumber serat
atau sekaligus sebagai sumber vitamin. Untuk memperoleh HMT pada
umumnya peternak mencari di lapangan yang ketersediaannya
tergantung pada musim. Di samping itu peternak juga melakukan
penanaman HMT terutama yang memiliki jumlah ternak banyak
sehingga tidak hanya mengandalkan pencarian di alam. HMT bisa
berupa hijauan segar yang terdiri dari rumput dan daun-daunan. Limbah
pertanian mempunyai potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai
pakan ternak. Limbah pertanian ini dapat berupa jerami padi, jerami
jagung/tebon, kulit kedelai dan limbah kacang tanah.
Peternak sapi di lahan kering selalu menghadapi masalah
kekurangan pakan terutama pada musim kemarau, karena mereka tidak
terbiasa menanam HMT dan hanya mengandalkan pencairan di alam.
Ternak umumnya hanya diberi rumput dari alam yang ketersediaannya
sangat bergantung pada musim. Pencarian rumput atau limbah pertanian
biasanya dilakukan perorangan atau berkelompok. Pada musim kemarau
lokasi pencarian HMT juga sampai pada luar wilayah karena
ketersediaan rumput sudah tidak mencukupi lagi. Hal ini membuat
peternak terpaksa mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Bahkan
sampai harus menjual sebagian ternaknya untuk pengadaan pakan.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
7
Dalam sistem usaha ternak sapi potong rakyat, suplai pakan
sangat bergantung pada ketersediaan hijauan yang tumbuh di luar lahan
usaha tani serta limbah tanaman pangan. Ketersediaan bahan pakan
tersebut berfluktuasi, bergantung pada musim. Musim kemarau
(pertengahan sampai akhir musim) merupakan periode kritis
ketersediaan bahan pakan.
Untuk mengatasi masalah tersebut, peternak diharapkan dapat
mengelola HMT dan limbah pertanian pada saat produksi berlebihan
seperti musim panen, misalnya dengan pengawetan. Teknologi pakan
ternak ruminansia meliputi kegiatan pengolahan bahan pakan yang
bertujuan meningkatkan kualitas nutrisi, meningkatkan daya cerna dan
memperpanjang masa simpan. Sering juga dilakukan dengan tujuan
untuk mengubah limbah pertanian yang kurang berguna menjadi produk
yang berdaya guna. Pengolahan bahan pakan yang dilakukan secara
fisik (pemotongan rumput sebelum diberikan pada ternak) akan
memberi kemudahan bagi ternak yang mengkonsumsinya. Beberapa
teknologi untuk mengawetkan HMT yang sudah banyak dikembangkan
dan disosialisasikan kepada peternak antara lain silase, fermentasi,
amoniasi dan hay. Teknologi ini sangat sederhana karena menggunakan
bahan-bahan yang mudah diperoleh dan tidak mahal sehingga tidak
memberatkan peternak. Peternak juga mudah memahami dan
menerapkan pada ternaknya. Dengan teknologi ini diharapkan mampu
mengatasi permasalahan pengadaan bahan pakan hijauan karena
tersedia sepanjang tahun dengan kualitas yang baik.
Mutu gizi limbah pertanian dapat ditingkatkan dengan beberapa
cara lain dengan perlakuan secara fisik (mekanis), biologis (enzimatis,
jamur maupun mikroba), kimiawi (amoniasi urea), serta kombinasi
perlakuan kimiawi dan biologis. Cara tersebut dapat meningkatkan
kandungan protein kasar, protein mudah larut, serta kecernaan bahan
organik. Pengolahan secara kimiawi (dengan menambah beberapa
bahan kimia pada bahan pakan agar dinding sel tanaman yang semula
berstruktur sangat keras berubah menjadi lunak sehingga memudahkan
mikroba yang hidup di dalam rumen untuk mencernanya.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
8
BAB II
HIJAUAN MAKANAN TERNAK DAN
LIMBAH PERTANIAN
2.1 Pengertian HMT dan Limbah Pertanian
Hijauan Makanan Ternak (HMT) merupakan hijauan yang biasa
diberikan pada ternak sebagai pakan setiap harinya. HMT merupakan
sumber serat kasar yang utama. Di dalam sistem pemeliharaan ternak
tradisional di Indonesia HMT merupakan bagian terbesar dari
keseluruhan pakan yang diberikan. Pada umumnya hijauan yang
diberikan terdiri dari rumput dan leguminosa yang mudah didapat di
sekitar lokasi peternakan.
Rumput untuk makanan ternak umumnya berupa rumput lokal
atau rumput asli yang banyak tumbuh di alam. Lokasi pencarian rumput
pada umumnya di padang penggembalaan umum, pematang sawah,
pinggir jalan, pinggir hutan, saluran irigasi atau perkebunan.
Leguminosa juga banyak ditemukan di sela-sela pematang sawah,
pinggir jalan maupun hutan. Tanaman leguminosa banyak ditanam
sebagai pagar batas lahan pekarangan atau sawah. Petani biasa mencari
hijauan sambil pergi ke sawah sehingga bisa dikatakan sebagai usaha
sambilan. Setelah selesai mengerjakan pekerjaan di sawah pulang
sambil membawa hijauan untuk pakan ternak.
Limbah pertanian merupakan hasil samping dari pengolahan hasil
pertanian. Hasil samping dari pengolahan pertanian biasanya sudah
tidak diperhitungkan lagi dalam sistem usaha pertanian sehingga bisa
dikatakan sebagai limbah dan sebagian besar dibuang begitu saja.
Limbah pertanian ini cukup melimpah dan sebenarnya merupakan
potensi yang besar untuk dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Oleh
karena itu sebenarnya petani sebaiknya juga memelihara ternak untuk
memanfaatkan limbah pertanian yang dihasilkan.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
9
2.2 Jenis-jenis HMT
Yang dimaksud dengan HMT adalah hijauan yang dapat
dimanfaatkan untuk pakan ternak. Beberapa jenis HMT antara lain :
1) Rumput-rumputan
Rumput-rumputan ada 2 jenis yaitu rumput lokal dan rumput
unggul. Rumput lokal adalah jenis rumput yang sudah lama
beradaptasi dengan kondisi tanah dan iklim di Indonesia. Biasanya
rumput ini tumbuhnya menjalar atau perdu kecil, mempunyai daya
hasil dan kualitas rendah. Rumput ini sering dijumpai di lahan-lahan
pertanian, seperti di pinggir jalan, pinggir hutan, pinggir saluran
irigasi Walaupun daya hasil dan kualitas rumput rendah tetapi
biasanya disenangi ternak khususnya sapi, kerbau dan domba.
Beberapa contoh dari rumput lokal yang sudah dikenal petani dan
banyak dibrikan pada ternak adalah rumput kawat, rumput pahit,
rumput karpet, jukut kaladi dan lain-lain. Rumput ini tidak sengaja
ditanam tetapi sudah menyebar di lahan-lahan. Beberapa di
antaranya bahkan sudah tergolong ke dalam gulma atau tumbuhan
pengganggu.
Rumput unggul adalah jenis rumput pakan yang sengaja
didatangkan dari luar negeri karena mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan rumput lokal, terutama daya hasil dan
mutunya. Biasanya rumput ini secara fisik relatif besar, tumbuhnya
tegak, walaupun ada juga yang menjalar sehingga disebut unggul.
Beberapa contoh rumput unggul diantaranya rumput gajah, raja,
benggala, meksiko yang sudah banyak dikembangkan oleh peternak.
2) Leguminosa
Yang dimaksud leguminosa (legum) adalah semua jenis
tumbuhan yang termasuk keluarga kacang-kacangan. Di Indonesia
kacang-kacangan biasa juga disebut polong-polongan. Leguninosa
ini sangat baik diberikan pada ternak karena kandungan proteinnya
sangat tinggi. Tumbuhan ini mampu mengikat unsur nitrogen (N2)
dari udara, sehingga tidak perlu dipupuk dengan pupuk N seperti
urea. Beberapa contoh leguminosa antara lain kaliandra, gamal,
lamtoro, kalopo, kembang telan dan lain-lain.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
10
3) Daun-daunan
Selain rumput-rumputan dan leguminosa ada bagian lain dari
tumbuh-tumbuhan yang biasa diberikan pada ternak, misalkan daun
nangka, daun dan batang pisang, pucuk tebu dan lain-lain.
2.3. Jenis Limbah Pertanian
Yang dimaksud dengan limbah pertanian adalah hasil samping
dari pengolahan hasil pertanian. Beberapa limbah pertanian yang dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak diantaranay jerami dan dedak padi,
jerami dan tongkol jagung, jerami kacang tanah dan lain-lain.
Limbah hasil pengolahan perkebunan juga termasuk dari limbah
pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Beberapa
limbah perkebunan yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak
diantaranya kulit kakao, kulit kopi, biji randu, pelepah sawit, solid dan
lain-lain.
2.4. Kebutuhan HMT Pada Ternak
Kebutuhan ternak terhadap pakan dicerminkan oleh
kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya
sangat bergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa,
bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan
tempat hidupnya (temperatur, kelembaban nisbi udara) serta bobot
badannya. Maka, setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya
membutuhkan pakan yang berbeda pula. Ternak ruminansia yang
normal (tidak dalam keadaan sakit/sedang berproduksi), mengkonsumsi
pakan dalam jumlah yang terbatas sesuai dengan kebutuhannya untuk
mencukupi hidup pokok. Kemudian sejalan dengan pertumbuhan,
perkembangan kondisi serta tingkat produksi yang dihasilkannya,
konsumsi pakannya pun akan meningkat pula.
Hijauan yang diberikan kepada ternak tidak boleh kurang dari
10% dari berat badannya. Misalnya berat badan sapi 300 kg, maka
hijauan yang diberikan setiap hari 10% dari 300 kg yaitu 30 kg.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
11
BAB III
TEKNOLOGI BUDIDAYA
3.1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schumach)
Nama daerah: Elephant grass, Napier grass (Inggris), Herbe
d’éléphant, fausse canne à sucre (Prancis), Rumput Gajah (Indonesia,
Malaysia), Buntot-pusa (Tagalog, Filipina), Handalawi (Bokil), Lagoli
(Bagobo), Ya-nepia (Thailand), Co’ duôi voi (Vietnam), pasto elefante
(Spanyol)
Asal-usul dan persebaran geografi: Berasal dari Afrika tropika,
kemudian menyebar dan diperkenalkan ke daerah daerah tropika di
dunia, dan tumbuh alami di seluruh Asia Tenggara yang bercurah hujan
melebihi 1.000 mm dan tidak ada musim panas yang panjang. Rumput
gajah dikembangkan terus menerus dengan berbagai silangan sehingga
menghasilkan banyak kultivar, terutama di Amerika, Philippine dan
India.
Rumput gajah merupakan keluarga rumput rumputan (graminae)
yang telah dikenal manfaatnya sebagai pakan ternak pemamah biak
(Ruminansia) yang alamiah di Asia Tenggara. Rumput ini biasanya
dipanen dengan cara membabat seluruh pohonnya lalu diberikan
langsung (cut and carry) sebagai pakan hijauan untuk kerbau dan sapi,
atau dapat juga dijadikan persediaan pakan melalui proses pengawetan
pakan hijauan dengan cara silase dan hay. Selain itu rumput gajah juga
bisa dimanfaatkan sebagai mulsa tanah yang baik. Di Indonesia sendiri,
rumput gajah merupakan tanaman hijauan utama pakan ternak.
Penanaman dan introduksinya dianjurkan oleh banyak pihak.
Deskripsi dan Sifat Rumput Gajah
Nilai pakan rumput gajah dipengaruhi oleh perbandingan (rasio)
jumlah daun terhadap batang dan umurnya. Kandungan nitrogen dari
hasil panen yang diadakan secara teratur berkisar antara 2-4% Protein
Kasar (CP; Crude Protein) selalu diatas 7% untuk varietas Taiwan,
semakin tua CP semakin menurun). Pada daun muda nilai ketercernaan
(TDN) diperkirakan mencapai 70%, tetapi angka ini menurun cukup
drastis pada usia tua hingga 55%. Batang-batangnya kurang begitu
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
12
disukai ternak (karena keras) kecuali yang masih muda dan
mengandung cukup banyak air.Rumput ini secara umum merupakan
tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam, dan tinggi dengan
rimpang yang pendek. Tinggi batang dapat mencapai 2-4 meter (bahkan
mencapai 6-7 meter), dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari
3 cm dan terdiri sampai 20 ruas / buku. Tumbuh berbentuk rumpun
dengan lebar rumpun hingga 1 meter. Pelepah daun gundul hingga
berbulu pendek; helai daun bergaris dengan dasar yang lebar, ujungnya
runcing.
Rumput gajah merupakan tumbuhan yang memerlukan hari
dengan waktu siang yang pendek, dengan fotoperiode kritis antara 13-
12 jam. Namun kelangsungan hidup serbuk sari sangat kurang sehingga
menjadi penyebab utama dari penentuan biji yang lazimnya buruk.
Disamping itu, kecambahnya lemah dan lambat. Oleh karenanya rumput
ini secara umum ditanam dan diperbanyak secara vegetatif. Bila
ditanam pada kondisi yang baik, bibit vegetatif tumbuh dengan cepat
dan dapat mencapai ketinggian sampai 2-3 meter dalam waktu 2 bulan.
Rumput gajah ditanam pada lingkungan hawa panas yang
lembab, tetapi tahan terhadap musim panas yang cukup tinggi dan dapat
tumbuh dalam keadaan yang tidak seberapa dingin. Rumput ini juga
dapat tumbuh dan beradaptasi pada berbagai macam tanah meskipun
hasilnya akan berbeda. Akan tetapi rumput ini tidak tahan hidup di
daerah hujan yang terus menerus. Secara alamiah rumput ini dapat
dijumpai terutama di sepanjang pinggiran hutan.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
13
Gambar 1. King Grass berumur sekitar 2 minggu setelah panen.
Perkembangbiakan vegetatif dilakukan baik dengan cara
membagi rumpun akar dan bonggol maupun dengan stek batang
(minimal 3 ruas, 2 ruas terbenam di tanah). Hal ini dapat dilakukan
dengan tangan atau dengan peralatan seperti yang dilakukan pada
penanaman tebu. Jarak antar barisan berkisar antara 50 – 200 cm. di
daerah yang lebih kering jaraknya lebih lebar. Jarak dalam barisan
bervariasi mulai dari 50 – 100 cm. penanaman yang dicampur dengan
tanaman lain semisal ubi kayu dan pisang sering dilakukan di kebun
rumah.
Untuk mendapatkan hasil dan ketahanan tinggi, rumput ini
ditanam dengan pengairan yang teratur dan pemupukan yang cukup.
Pemupukan yang banyak diterapkan biasanya bila rumput sering
dipotong/dipanen. Kandungan nutrien setiap ton bahan kering adalah
N:10-30 kg; P:2-3 kg; K:30-50 kg; Ca:3-6 kg; Mg dan S:2-3 kg. dengan
hasil bahan kering tiap tahun 20-40 ton/Ha, karenanya banyak zat
diserap dari tanah. Jika tidak dipupuk hasilnya akan segera menurun
drastis dan gulma akan menyerang. Walaupun rumput gajah jarang
ditanam dengan polong-polongan (legume), namun tetap dapat
dikombinasikan dengan baik.
Penyakit yang biasa menyerang yaitu kutu Helminthosporium
sacchari. Tindakan yang paling baik untuk mencegahnya adalah dengan
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
14
menggunakan kultivar yang tahan penyakit tersebut. Namun demikian
secara umum kami tidak menemukan serangan hama pada rumput gajah
yang ditanam. Kebanyakan hanya merupakan serangan belalang dan
ulat yang masih bisa di tolerir.
Rumput gajah dapat dipanen sepanjang tahun. Biasanya rumput
ini diberikan dalam bentuk segar, tetapi dapat juga diawetkan sebagai
silase. Hasil bahan kering setiap tahun diharapkan berkisar 2 - 10
ton/hektar untuk tanaman yang tidak dipupuk atau dengan pupuk yang
sedikit, tetapi yang menggunakan banyak pupuk N dan P hasilnya
berkisar antara 6 - 40 ton/hektar.
Prospek rumput gajah cukup baik bila dilakukan pemupukan
yang baik pula. Dengan memanen pada pertumbuhan yang masih muda
atau dengan menggunakan kultivar yang baik akan mencapai nilai
pakan yang tinggi. Keuntungan dari jenis ini adalah kemampuannya
berproduksi, dapat ditanam dalam jumlah besar atau kecil, dan dapat
diusahakan secara mekanis atau juga untuk pertanian/peternakan skala
kecil.
Jenis Kultivar di Indonesia
Ada empat kultivar yang ada di Indonesia. Rumput gajah
semuanya merupakan introduksi dan bukan jenis rumput lokal. Kultivar
rumput gajah tersebut adalah King Grass (P. purpureum cv. King
Grass), Taiwan (P. purpureum cv. Taiwan), Hawaii (P. purpureum cv.
Hawaii) dan Africa (P. purpureum cv. Africa). Namun karena memang
bentuknya yang satu sama lain sangat mirip, agak sulit membedakannya
(setidaknya bagi mata awam seperti kami). Namun demikian ada sedikit
panduan yang diberikan oleh rekan di BIB Lembang untuk menentukan
berbagai kultivar tersebut.
King: Batang dan daunnya paling raksasa (karena itulah dia
disebut King Grass), daunnya berbulu kasar dan akan terasa perih bila
memanen rumput ini tanpa menggunakan baju tangan panjang
(percayalah, penulis sudah merasakannya). Batangnya keras.
Produktivitas tinggi, menurut pengamatan kami dapat mencapai 200 -
250 ton per hektar per tahun. Pada daun muda, pangkal daunnya
memiliki bercak bercak berwarna hijau muda.Pengamatan kami,
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
15
produksi per rumpun di Cijayana bisa lebih dari 7 kilogram (basah) per
panen.
Gambar 2. Bercak hijau muda di sekitar pangkal daun King Grass.
Gambar 3. Rumput Gajah /King Grass berumur sekitar 8 bulan sejak
hari tanam.
Taiwan: Cukup raksasa, dapat mencapai 4 -5 meter. Batangnya
lunak, daun lebar berbulu lembut, tingkat nutrisi cukup baik. Ciri ciri
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
16
lain adalah pada batang muda pangkal batangnya bawah yang dekat ke
tanah berwarna kemerah merahan. Namun beberapa rekan peternak di
Lembang kurang menyukai kultivar ini karena lunaknya batang tersebut
sehingga cenderung mudah roboh apabila diterpa angin kencang.
Produktivitas tinggi, bisa mencapai 300 ton / hektar per tahun dengan
kondisi pemupukan dan pemeliharaan optimal. Selain itu, Taiwan (juga
King Grass) membutuhkan air yang cukup banyak. Pengamatan kami,
produksi per rumpun bisa lebih dari 7 kilogram (basah) per panen.
Gambar 4. Batang berwarna kemerah merahan merupakan ciri
kultivar Taiwan (Cijayana).
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
17
Gambar 5. Batang rumput Taiwan yang besar tapi relatif lunak
(Cijayana).
Africa: Batang kecil dan keras. Daun kecil. Tumbuh tunas tunas
kecil pada ketiak batang. Sehingga apabila terbiasa melihat King Grass
atau Taiwan yang sehat, melihat Africa seperti melihat rumput kerdil.
Kultivar ini yang banyak ditanam di Manglayang Farm. Kenapa ?
Hipotesa kami adalah kultivar ini yang pertama kali masuk dan
dikembangkan di daerah Manglayang. Keunggulan dari Africa adalah
kebutuhan airnya yang tidak terlalu banyak. Sehingga pada musim
kering pun masih dapat tumbuh dengan cukup baik. Produktivitas tidak
terlalu tinggi, kami hanya sekitar 1-2 kilogram/ rumpun (basah) per
panen (sekitar 100 ton per hektar per tahun).
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
18
Gambar 6. Rumpun rumput gajah Africa yang sudah tua.
Gambar 7. Jumlah rumpun gajah Africa yang banyak.
Hawaii: Hawaii memiliki batang dan daun yang lunak tapi tidak
terlalu besar. Lebih mirip ke Taiwan hanya lebih kecil. Tidak heran,
karena kultivar ini merupakan induk dari kultivar Taiwan yang
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
19
merupakan hibrid King Grass dengan Hawaii. Sedangkan menurut
literatur yang ada di internet, kultivar yang ada di dunia banyak sekali,
namun kultivar kultivar yang disebutkan di atas sulit sekali dicari
referensinya, kecuali King Grass dan Taiwan. Disebutkan disana King
Grass merupakan hasil silangan antara P. purpureum biasa dengan Pearl
Millet (Pennisetum galucum). Kultivar yang cukup menarik adalah tipe
Dwarf (kerdil), yaitu Pennisetum purpureum cv. Mott. Disebutkan
bahwa kultivar ini memiliki karakteristik perbandingan rasio daun yang
tinggi dibandingkan batang. Berkualitas nutrisi tinggi pada berbagai
tingkat usia dibandingkan jenis rumput tropis lainnya. Tahan
kekeringan, dan hanya bisa di propagasi melalui metoda vegetatif.
Metoda Penanaman
Seperti telah disinggung diatas, penanaman rumput gajah
dilakukan dengan metoda perbanyakan vegetatif. Cara yang umum
diterapkan adalah dengan stek batang dan memecah anakan. Cara yang
pertama memungkinkan perbanyakan dengan lebih cepat, namun agak
sedikit lebih lambat pertumbuhannya dibandingan dengan cara anakan
atau pols. Cara penanaman yang biasa kami lakukan adalah sebagai
berikut:
Pengolahan Lahan
Proses penanaman rumput gajah dimulai pada dengan pengolahan
lahan yaitu dengan melakukan pembersihan lahan dari tanaman gulma,
memisahkan bibit yang masih dapat digunakan untuk kemudian
dilakukan pembalikan tanah serta pembuatan ulang dan rekondisi galur
tanam.
Pupuk Dasar dan Penanaman
Setelah melakukan pengolahan lahan, dilanjutkan dengan
pemupukan dasar menggunakan pupuk kandang (manure sapi) sekira 3
ton (± 1 ton/ha) dan dilanjutkan dengan mengguludkan lahan tanam.
Kemudian dilakukan penanaman dengan metoda stek batang. Untuk
satu rumpun ditanam minimal 3 batang, yang masing masing batang
terdiri sekurangnya dari 3 ruas.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
20
Gambar 8. Penanaman rumput gajah, Cijayana (2).
Pemupukan Kedua
Pemupukan kedua dilakukan 2 minggu setelah tanam dengan
menggunakan pupuk NPK (16:16:16) dengan dosis 60 kg / hektar.
Pemupukan kedua ini biasanya dibarengi dengan penyaueran
(menimbunkan tanah dan rumput liar untuk meninggikan guludan).
Pemupukan Lanjutan
Pemupukan kimia selanjutnya dilakukan pada musim hujan yang
akan datang. Untuk selanjutnya diharapkan pemupukan cukup dengan
menggunakan pupuk kandang sebanyak 2 kali per tahun, 1 kali pada
musim hujan dan 1 kali pada musim kemarau.
Pemeliharaan
Pemeliharaan pada tahun pertama dapat di rinci sebagai kegiatan
pemupukan dan penyiangan/pembersihan gulma seperti berikut (pada
lahan 3.2 hektar).
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
21
Pola Tanam
Pola tanam menggunakan berbagai metoda. Ada yang
menggunakan metoda lorong polikultur (alley cropping) dengan
tanaman sela, ada juga yang menggunakan sistem monokultur / tunggal.
Pada pola lorong, rumput gajah ditanam dengan tanaman sela jagung
(Zea mays), Sorghum (Sorghum bicolor L. Moench) atau Kacang Tanah
(Arachis hypogaea) menggunakan jarak dalam barisan ± 50 cm dan
jarak antar barisan ± 250 cm (50 x 250 cm).
Gambar 9. Penanaman rumput gajah dengan pola lorong (Alley Cropping).
Diproyeksikan jumlah baris dapat mencapai sekitar 100 baris,
dimana setiap baris dapat mencapai rata rata 259 rumpun, sehingga total
dalam lahan tersebut mampu menampung rumpun sebanyak 25.900
rumpun. Namun kenyataan di lapangan setelah dilakukan penghitungan
rumpun, efektif tertanam hanya 9.686 rumpun (37%) sehingga rata rata
penyebaran rumpun per hektar nya hanya mencapai 2.866 rumpun (total
121 baris x ± 80 rumpun) dengan total luasan efektif tertanam rumput
gajah hanya 8.100 m2. Kondisi ini disebabkan luasan efektif yang dapat
ditanami berkurang selain akibat adanya tanaman sela, juga disebabkan
berbagai kondisi lapangan yang kurang menguntungkan dan tidak dapat
ditanami, seperti adanya genangan/rawa, tanah berbatu, adanya embung
dan bak serta lahan yang sudah ditanami leguminosa jenis Gamal
(Gliricidia sepium) dan tanaman lain.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
22
Sedangkan pola tanam yang dianjurkan oleh BIB Lembang
dilakukan dengan menggunakan pola monokultur dan lebih rapat. Hal
ini tentu berkaitan dengan treatment dan perawatan yang optimal yang
perlu diberikan. Jarak tanam dalam barisan berkisar 70-100 cm dan
jarak antar barisan 70-100 cm.
Gambar 10. Penanaman rumput gajah dengan pola monokultur.
Pemanenan
Pada musim penghujan secara umum rumput gajah sudah dapat
dipanen pada usia 40 - 45 hari. Sedangkan pada musim kemarau
berkisar 50 - 55 hari. Lebih dari waktu tersebut, kandungan nutrisi
semakin turun dan batang semakin keras sehingga bahan yang terbuang
(tidak dimakan oleh ternak) semakin banyak. Sedangkan mengenai
panen pertama setelah tanam, menurut pengalaman kami dapat
dilakukan setelah rumput berumur minimal 60 hari. Apabila terlalu
awal, tunas yang tumbuh kemudian tidak sebaik yang di panen lebih
dari usia 2 bulan.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
23
Gambar 11. Pemanenan di musim hujan (umur sekitar 40 hari).
Beberapa solusi (yang tidak semuanya dapat secara praktis
dilakukan):
1. Penanaman rumput gajah harus dilakukan di areal yang dekat dan
sekitar kandang sehingga dapat dengan mudah terjangkau oleh anak
kandang/peternak selain itu juga dapat dengan mudah (dan murah)
dilakukan pemupukan (dari pupuk kandang).
2. Meningkatkan produksi protein bagi kebutuhan ternak per luasan
areal tanam. Seperti diketahui, nutrisi terutama protein rumput
gajah tidak terlalu bagus. Caranya bisa dengan mengkombinasikan
rumput gajah dengan tanaman leguminosae semak berprotein tinggi
seperti Lamtoro (Leucaena leucocephala), Kaliandra (Calliandra
calothrysus) dan Gamal (Gliricidia sepium). Atau dengan legum
merambat seperti Kacang Sentro (Centrosema pubescens),
KembangTelang (Clitoria ternatea), dan Kacang Ruji (Pueraria
phaseoloides). Selain sebagai sumber fiksasi nitrogen dan penyubur
tanah, juga sebagai pakan tambahan yang sangat berguna bagi
ternak.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
24
Gambar 12. Gamal, tanaman kombinasi yang baik.
3. Meningkatkan nilai ekonomi lahan dengan melakukan penanaman
rumput gajah dengan metoda lorong pada tanah yang relatif datar
dan metoda sengked pada tanah berkontur miring. Tanaman sela
harus yang memiliki nilai ekonomis tinggi, misalnya jenis tanaman
semusim seperti Jagung (Zea mays), Kacang Tanah (Arachis
hypogaea), Sorghum (Sorghum bicolor, Sorghum vulgare). Dapat
juga digabung dengan tanaman keras seperti Sengon (Albizzia
falcata), Suren (Toona sureni) dan sebagainya yang disesuaikan
dengan kapasitas dan karakter lahan.
4. Perlulah kiranya di pikirkan lebih lanjut mengenai metoda produksi
rumput gajah, baik penanaman, pemeliharaan dan pemanenan yang
lebih efisien dan berdaya guna.
5. Kami juga sempat mencoba menggembalakan ternak langsung di
kebun rumput gajah, hipotesa awal kami, menggembalakan ternak
langsung di lahan rumput gajah dapat mengurangi tenaga
pemanenan. Hasilnya, kami tetap saja perlu mengeluarkan tenaga
ekstra untuk melakukan pengendalian dan pengawasan ternak,
untuk menjaga agar rumput gajah tidak over-graze (dimakan secara
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
25
berlebihan) sehingga menganggu pertumbuhan. Dan terutama,
rumput gajah tidak tahan injakan dan kondisi over-grazing.
Gambar 13. Petani Cijayana dan King Grass.
3.2. Rumput King Grass (Pennisetum Sp)
Pemilihan Lokasi
o Sumber air. Suplai air diperlukan bagi daerah yang sering
mengalami kemarau panjang atau apabil akan digunakan sistem
penyebaran pupuk secara otomatis melalui saluran pem-buangan.
o Kesuburan Tanah. Perlu diketahui keadaan tanah untuk
diperhitungkan unsur-unsur hara apa dan berapa banyak yang perlu
ditam-bahkan. Tanah dengan pH diatas 7 sebagai tanah alkalis
(basa).
o Untuk menaikan pH tanah dapat ditam-bahkan kapur, sedangkan
untuk menu-runkna pH tanah dapat digunakan pupuk yang
mengandung sulfur (ZA).
o Topografi. Rumput ini mudah ditanam dan dapat tumbuh dari
dataran rendah sanpai dataran tinggi. Topografi ini penting dalam
perencanaan peggunaan alat mekanisasi dan sistem penanaman
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
26
rumput. Penggunaan traktor pada kemiringan tanah sampai 18 0
sudah tidak efektif lagi. Disamping itu semakin tinggi derajat
kemiringan tanah semakin rendah efisiensi penggunaan pupuk dan
membu-tuhkan upaya keras untuk mempertahankan kelestarian
kesuburan tanah.
Tahapan Kerja
o Pemilihan Bibit. Penggunaan bibit yang baik berarti efisiensi waktu,
tenaga dan biaya serta jaminan memperoleh pertum-buhan yang
baik, apabila faktor-faktor lain tidak menghambat. Stek diperoleh
dari potongan batang yang cukup umur dan sehat, minimum terdiri
dari 2 mata dan atau panjang 30 cm. Dapat lebih tahan lama
disimpan ditempat yang sejuk.
o Waktu Pengolahan Tanah dan Penanaman. Pertumbuhan awal
sangat peka terhadap pengaruh luar, terutama keadaan air dan suhu.
Pada tanah tanpa irigasi pengolahan tanah dilakukan pada musim
hujan. Namun jarak yang terlam-pau lama antara akhir pengolahan
dan penanaman dapat menyebabkan tanah tersebut memadat
kembali.
o Pengolahan Tanah dan Penanaman. Pengolahan tanah bertujuan
untuk mempersiapkan media tumbuh yang opti-mum bagi suatu
tanaman. Adapun urutannya sebagai berikut :
􀂃 Pembersihan lahan. Membersihkan lahan terhadap pohon, semak
belukar atau tanaman lainnya.
􀂃 Pencangkulan/pembajakan. Bertujuan me-mecah lapisan tanah
menjadi bongkahan untuk mempermudah peng-gemburan selanjutnya.
Dengan mem-balik lapisan tanah tersebut dan membiarkan
beberapa saat, diharapkan mineralisasi bahan organik
berlang-sung lebih cepat karena aktifitas micro organisme
dipergiat, sehingga tanah menjadi masak. Diusahakan kedalaman
pencangkulan ± 40 cm.
􀂃 Penggemburan/penggaruan. Tujuan untuk menghancurkan
bongkahan besar menjadi struktur yang lemah dan sekaligus
membebaskan tanah dari sisa perakaran tumbuh-tumbuhan liar.
Ber-samaan dengan peng-gemburan perlu dilakukan pemupukan
dasar (N, P dan K) dengan kebutuhan per hektar 80 kg TSP, 60
kg KCl dan 110 kg urea. Pada tanah yang miring, peng-gemburan
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
27
dilakukan menurut kontur (contour) tanahnya, hal ini untuk memperkecil
kemungkinan erosi. Setelah itu dibiar-kan dahulu tanah
tersebut ± 7 hari.
􀂃 Penanaman. Pada daerah tanpa irigasi, penanaman dapat
dilakukan setelah hujan pertama. Namun apabila masa istirahat
selesai dan tanah sudah basah karena air, tanamkan bibit rumput
Raja. Kalau menggunakan stek, pena-namannya dengan cara
memasukkan ± ¾ bagian dari panjang stek dengan kemiringan ±
30o atau dapat juga ditanam seperti tanaman tebu, yaitu stek
dimasukkan kedalam tanah secara terlentang. Sedangkan jika
bibitnya memakai pols (sobekan akar), mena-namnya seperti
menanam padi, dengan kebutuhan setiap lubang 2 stek. Tujuh
hari setelah penanaman, alirkan air secukupnya ke lahan tanaman
tersebut dan lakukan penyulaman apabila terda-pat stek atau pols
yang mati.
o Kebutuhan Bibit Rumput. Dianjurkan menggu-nakan jarak tanam
60 x 100 cm, sehingga perkiraan kebutuhan bibit rum-put dalam
hampar tanah seluas 1 hektar sebanyak :
10.000
--------- x 2 stek = 33,332 stek/hektar
0,60
Apabila rata-rata 1 kg bibit rumput = 15 stek, maka perkiraan
kebutuhan bibit rumput untuk 1 ha = 2.222 kg.
o Perawatan Rumput Raja. Perawatan dapat dilakukan dengan
pendagiran dan pemupukan ± 3 - 4 kali per tahunnya atau
pendagiran dilakukan setiap kali pemang-kasan dan atau tergantung
dari kondisi daerah masing-masing. Adapun penda-giran rumput ini
dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu: dengan cara membersihkan
tanamanan liar, baru kemudian penggem-buran tanah disekitarnya
atau langsung dilaksanakan penggemburan tanah dengan cara
pencangkulan disekitar rumpun rumput dengan membalikkan tanah
tersebut.
o Pengairan Rumput. Pengairan dilakukan ± 7 hari setelah
dilaksanakannya pemupukan. Dalam pelaksanaan ini harus
diperhatikan jangan sampai kedapatan air yang menggenang sebab
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
28
dapat menyebabkan kerusakan tanaman dan bahkan kematian
tanaman.
o Pemotongan (defoliasi) Rumput. Rotasi pemangkasan rumput Raja
dapat dila-kukan pada umur 45 – 55 hari, namun disarankan pada
umur 55 hari.
o Peremajaan Rumput. Peremajaan rumput dapat dilakukan setelah
tanaman tersebut mencapai umur 3 – 4 tahun atau setinggitingginya
4,5 tahun. Hal ini tergantung situasi dan konsidi
daerahnya. Sedangkan pelaksanaannya dapat dilakukan secar
bertahap, yaitu diantara rumpun lama ditanam stek atau pols baru,
setelah tanaman tresebut mulai tumbuh dengan baik, maka rumpun
lama dibongkar. Begitu seterusnya sehingga kebutuhan runput
potongan tetap tersedia.
3.3. Tanaman Gamal (Gliricidia sepium)
Taksonomi
Famili: Fabaceae (Papilionoideae). Sinonim: Gliricidia lambii Fernald,
G. maculata var. multijuga Micheli, Lonchocarpus roseus (Miller) DC.,
L. sepium (Jacq.) DC., Millettia luzonensis A. Gray, Robinia rosea
Miller, R. sepium Jacq., R. variegata Schltdl.
Nama lokal
Gamal (Indonesia), Liriksida, Liriksidia, Wit Sepiung (Jateng), Johar
Gembiro Loka (DIY). Jawa Timur: Kelorwono, Joharlimo, Johar
Bogor. Sunda: Cebreng, Cepbyer (Jabar), Kalikiria (Ciamis), Angrum
(Garut).
Nama Lain
Mother of cocoa, Quick stick (Inggris), Filipina: Balok-balok (Tagalog),
Apatot (Bikol), Kukuwatit (Pangasinan). Laos: Kh’è:nooyz, khê
falangx. Thailand: Khae-farang. Vietnam: Anh dào gi’a, sát thu, hông
mai. Nicaraguan cocoa shade, cacahuananche, madre de cacao
(Guatemala), madriado (Honduras), madricacao, mata ratÓn,
mataratÓn, madera negro.
Kerabat
Dua jenis lain dari genus ini adalah G.brennigii dan G. maculata.
Hanya G. sepium yang tumbuh di luar sebaran alaminya di Amerika
tropika. G. sepium dibedakan dengan dua jenis lainnya dari susunan
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
29
bunga yang tegak, bunga merah muda, dan ujung helai daun meruncing.
Sedangkan G. maculata bunganya berwarna putih dengan polong dan
biji yang sedikit lebih kecil dari G. sepium. Hibrid buatan G. maculata
dan G. sepium telah dilakukan, tetapi belum dipastikan hibridisasi
terjadi secara alam. Hibridanya tidak potensial untuk penanaman.
Gamal memang merupakan salah satu tanaman yang multi guna.
Khusus sebagai pakan ternak hewan ruminansia terutama sapi, Gamal
adalah kombinasi dan partner yang baik bagi rumput gajah (Pennisetum
purpureum). Penanaman dapat dilakukan secara berselang seling baris
dengan rumput Gajah dengan metoda alley cropping atau ditanam
memanjang sebagai pagar hidup. Dengan cara ini manfaat yang
diperoleh dapat berlipat ganda. Selain pupuk hijau, penahan angin juga
sebagai bank protein bagi ternak ruminansia. Keunggulan lain dari
gamal adalah kemampuan adaptasi yang sangat luas terhadap berbagai
kondisi tanah dan klimat, mudah ditanam, dan mampu memproduksi
biomasa yang cukup besar, selaras dengan kandungan nutrisi dan
protein yang sangat tinggi.
Sedangkan kandungan racun dan zat anti nutrisi terutama bagi
ternak monogastrik, walaupun perlu diwaspadai, merupakan kendala
kecil bagi pemanfaatan gamal dibandingkan dengan manfaat yang bisa
diperoleh. Apalagi dengan penanganan yang tepat (pelayuan/wilting)
dan manajemen pakan yang baik, masalah ini dapat di minimalisir. Pun
demikian kami tidak menyarankan untuk memberikan gamal pada
ternak selain ruminansia. Gamal juga merupakan tanaman yang tidak
rewel dan relatif aman dari serangan hama. Ada literatur yang
menyebutkan OPT berupa kutu kecil, aphid dan beberapa jenis serangga
namun kerusakan yang ditimbulkannya tidak signifikan dan secara
umum dapat diabaikan.
Pemanfaatan
Pemberian daun gamal (gliricidia) segar pada ternak ruminansia.
dapat meningkatkan pertambahan bobot badan, penampilan, reproduksi
dan produksi. Tanaman ini merupakan salah satu tanaman leguminosa
pohon tropis yang multi fungsi baik sebagai kayu bakar, tanaman pagar,
pakan ternak dan pencegah erosi. Sebagai pakan ternak ruminansia
hijauan, gamal memiliki nilai gizi yang cukup baik yaitu 22,1% bahan
kering, 23,5% protein dan 4200 Kcal/kg energi. Untuk mengurangi
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
30
kadar kumarin yang menyebabkan aroma daun gamal tidak sedap, kadar
kumarinnya bisa diturunkan melalui perlakuan pengeringan dengan
sinar matahari antara 30-90 menit. Semakin lama waktu penjemuran,
semakin banyak kumarin yang hilang. Proses pelayuan pada suhu
kamar selama 24 jam dapat menghilangkan kadar kumarin sampai 77%.
Pemberian ransum daun gamal secara kontinyu hingga 100% dan
100-200 g/ekor/hari konsentrat berpengaruh positif pada domba ekor
gemuk yang ditunjukkan dengan meningkatnya bobot badan, kinerja
reproduksi dan produksi pada perkawinan kedua.
Racun dan Zat Anti Nutrisi
Walaupun sangat bermanfaat bagi ternak, tingkat racun dalam
Gamal juga sudah dikenal sejak lama. Di Amerika Tengah, daun dan
kulit kayu yang ditumbuk dicampur dengan rebusan biji jagung
digunakan sebagai racun tikus dan racun binatang pengerat
(rodenticidal). Di beberapa daerah pesisir Jawa Barat juga ditemukan
penggunaan kulit batang dan biji Gamal sebagai campuran bahan
pembuat racun ikan.
Sekurangnya ada beberapa jenis komponen racun dalam Gamal.
Zat racun yang pertama adalah dicoumerol, suatu senyawa yang
mengikat vitamin K dan dapat mengganggu serta menggumpalkan
darah. Dicoumerol diperkirakan merupakan hasil konversi dari
coumarin yang disebabkan oleh bakteri ketika terjadi fermentasi.
Meskipun coumarin tidak beracun, ketika berubah menjadi senyawa
dicoumerol dapat berbahaya bagi pengonsumsinya, terutama pada
ternak monogastrik seperti kelinci dan unggas. Fakta lapangan
menunjukkan tidak banyak ternak ruminansia yang keracunan
dicoumerol yang disebabkan oleh daun Gamal.
Senyawa racun yang kedua adalah HCN (Hydro Cyanic Acid), sering
disebut juga Prussic Acid, Asam Prusik atau Asam Sianida. Meskipun
kandungan HCN dalam Gamal tergolong rendah, 4mg/kg, dibanding
umbi singkong/ketela pohon yang dapat mencapai 50-100mg/kg namun
hal ini perlu juga diwaspadai. Zat lain yang perlu diperhatikan adalah
Nitrat (NO3). Sebetulnya nitrat itu sendiri tidak beracun terhadap
ternak, tapi pada jumlah yang banyak dapat menyebabkan penyakit
yang disebut keracunan nitrat (nitrate poisoning). Nitrate yang secara
alamiah terdapat pada tanaman di rubah menjadi nitrit oleh proses
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
31
pencernaan, pada gilirannya nitrit dikonversi menjadi amonia. Amonia
kemudian di konversi lagi menjadi protein oleh bakteri dalam rumen.
Apabila ternak sapi mengkonsumsi banyak hijauan yang mengandung
nitrat dalam jumlah besar, nitrit akan terakumulasi di dalam rumen.
Nitrit sekurangnya 10 kali lebih beracun terhadap ternak sapi
dibandingkan nitrat. Nitrit diserap kedalam sel darah merah dan bersaru
dengan molekul pengangkut oksigen, hemoglobin sehingga membentuk
methemoglobin.
Sayangnya, methemoglobin tidak dapat membawa oksigen
dengan efisien seperti hemoglobin, akibatnya detak jantung dan
pernafasan ternak meningkat, darah dan lapisan kulit berubah warna
menjadi biru kecoklat coklatan, otot gemetar, sempoyongan dan bila
tidak segera ditangani dapat mati lemas. Selain itu, dalam Gamal juga
terdapat molekul alkaloid yang belum dapat diidentifikasi dan senyawa
pengikat protein yang juga tergolong zat anti nutrisi, tannin walaupun
dalam konsentrasi yang cukup rendah dibandingkan Kaliandra
(Calliandra calothrysus).
Pun demikian, kasus kasus keracunan pada pemakanan yang
teratur sangat terbatas. Bukti bukti diatas memang menunjukkan bahwa
Gliricidia dapat menyebabkan keracunan pada ternak non-ruminansia,
tapi fakta lapangan yang mendukung hal tersebut sangat sedikit.
Masalah utama dari Gliricidia bukan pada tingkat racunnya, tetapi pada
tingkat kesukaan (palatability). Seperti telah dikemukakan diatas,
ternak cenderung menolak daun Gamal baru dengan mengendusnya
saja, belum dicicipi. Hal ini setidaknya menunjukkan bahwa
masalahnya berasal dari suatu senyawa yang menghasilkan aroma yang
menguap dan keluar dari permukaan daun dan tidak disukai ternak.
Perkembangbiakan dan penanaman
Meskipun Gamal dapat diperbanyak dengan biji, tapi kami lebih
sering menggunakan setek batang dalam usaha mengembangbiakan
Gamal. Alasan pertama adalah, sulitnya mencari dan mengumpulkan
biji Gamal. Di berbagai tempat yang kami temui, jarang pohon Gamal
yang dapat tumbuh sampai besar, berbunga dan berbiji. Hal ini
disebabkan Gamal sudah secara berkala di panen daun dan batangnya,
jarang yang dapat tumbuh sampai berbunga dan berpolong. Alasan lain,
perbanyakan dengan setek batang lebih mudah dan lebih cepat daripada
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
32
melalui biji. Tanaman yang diperbanyak dengan setek sudah dapat
dipanen perdana pada usia di bawah 1 tahun. Biasanya 8-10 bulan.
Sedangkan pada tanaman biji, hasil biomasa baru dapat diperoleh pada
usia sekira 2 tahun.
Penanaman setek lebih baik berasal dari batang bawah tanaman
yang cukup usia (diatas 2 tahun), diameter batang cukup besar (diatas
4cm) dengan panjang setek bervariasi mulai dari 40cm sampai 1.5m.
Jarak tanam juga bervariasi, antara 40 -50cm sampai dengan 1.5 – 5m
tergantung kebutuhan Meskipun kadang-kadang menggugurkan
daunnya pada musim kering dan kondisi udara dingin, Gamal dapat
dikategorikan sebagai pohon yang selalu hijau (evergreen). Dapat
dipanen setiap 3 – 4 bulan sekali, dengan hasil antara 1 – 2 kg hijauan
basah per tanaman. Beberapa literatur menyebutkan waktu penanaman
dilakukan pada awal musim hujan. Namun kami mendapatkan sedikit
masalah ketika curah hujan terlalu tinggi. Banyak setek tanaman
menjadi busuk akibat curah hujan yang tinggi. Kami biasanya menanam
pada tengah atau bahkan akhir musim hujan atau membuat guludan
(raised bed) di sekitar lokasi penanaman apabila diperkirakan curah
hujan tinggi.
Gambar 14. Tanaman Gamal.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
33
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan stek batang atau biji, (biji
disarankan untukperakaran yang dalam). Stek batang yang baik berasal
dari batang bawah,dan tengah yang telah berumur lebih dari 12 bulan.
Diameter stek 3-5 cmdan panjang stek 50 cm. Stek terlebih dahulu
disemaikan dalam kantongplastik. Setelah bertunas 15-20 cm tingginya
(berumur 2-3 bulan) dapatditanam langsung di lapangan. Jarak tanam
dengan jarak antara barisan 1-2m. Waktu tanam dianjurkan pada awal
musim hujan.
Panen
Pemotongan pertama pohon gamal dianjurkan setelah tanaman
berumur 1 tahun. Selang waktu atau interval pemotongan selanjutnya
setiap 3 bulan sekali. Rata-rata produksi hijauan segar berkisar 2-5 kg
per potong per pohon.
Pemupukan
Pemberian pupuk kandang atau pupuk buatan seperti pupuk P
sebanyak 35- 40 kg per hektar per tahun.
Pemberian pada ternak
Untuk pertama kali, ternak umumnya menolak akan tetapi setelah
dibiasakan (dengan cara pemberian bertahap) maka berikan gamal
dalam bentuk layu.
Banyaknya pemberian daun gamal untuk pakan
• Pemberian daun gamal secara bebas sebagai tambahan pakan dasar
rumput.
• Pemberian gamal baik bagi pertumbuhan ternak ruminansia.
3.4. Tanaman Singkong (Manihot esculenta Crantz)
Daun singkong yang dimanfaatkan bisa berasal dari berbagai
varietas singkong budidaya ataupun dari singkong karet, keduanya
sangat mudah untuk dibudidayakan, hanya dengan menanam batangnya
saja pada saat musim hujan mayoritas dapat tumbuh dengan baik.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
34
Daun singkong mempunyai kandungan protein yang tinggi yaitu
berkisar antara 16.7−39.9% bahan kering dan hampir 85% dari fraksi
protein kasar merupakan protein murni, sedangkan bagian kulit dan
onggok memiliki kandungan pati yang cukup tinggi, sehingga dapat
dijadikan sebagai sumber energi. Dari 2.5−3 ton/ha hasil samping
tanaman singkong dapat menghasilkan tepung daun singkong sebanyak
600−800 kg/ha. Lebih lanjut dijelaskan pemakaian tepung daun
singkong dalam formulasi ransum dapat dijadikan sebagai sumber
protein dan konsentrat pada kambing dan sapi perah.
Gambar 15. Pertanaman Singkong/ubi kayu.
Daun singkong dapat menggantikan pemakaian bungkil kedelai
pada sapi perah di daerah tropik. Selain berfungsi sebagai sumber
protein, daun singkong juga berperan sebagai anti cacing (anthelmintic)
dan kandungan taninnya berpotensi meningkatkan daya tahan saluran
pencernaan ternak terhadap mikroorganisme parasit. Ensilase
merupakan salah satu cara pengawetan daun singkong sebagai pakan
ternak dan efektif menurunkan kandungan sianida (HCN) pada ubi
kayu setelah 3 bulan ensilase yaitu dari 289 mg/kg menjadi 20.1 mg/kg.
Banyak peternak yang ragu dalam menggunakan daun singkong
sebagai pakan kambing mengingat adanya kandungan sianida yang
identik dengan racun. Selama ini tidak pernah ada kasus kerancunan di
kandang EFI, caranya simple daun singkong sebelum diberikan terlebih
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
35
dahulu dijemur/dilayukan atau didiamkan satu malam kemudian
keesokan harinya diberikan.
3.5. Tanaman Turi (Sesbania grandiflora)
Daun turi merupakan hijauan makanan ternak yang kaya akan
kandungan protein kasar. Komposisi zat gizi daun turi terdiri atas;
protein kasar 27,3%, energi kasar 4.825 kkal/kg, SDN 24,4%, lignin
2,7%, abu 7,5%, Ca 1,5% dan P 0,4%.
Salah satu kendala penggunaan daun turi sebagai pakan ternak
adalah rendahnya produksi biomass dan tidak tahan terhadap
pemangkasan. produksi daun turi pada musim kemarau (1,7
kg/pohon/3-4 bulan) dan musim hujan (4,1 kg/pohon/2-3 bulan). Akan
tetapi, turi relatif tahan terhadap kekeringan sehingga sangat bermanfaat
sebagai sumber pakan kambing pada musim kemarau. Pada musim
kemarau, dimana rumput sangat sulit didapatkan, turi masih tumbuh
subur dan berproduksi dengan baik. Pemetikan daun turi tidak
dilakukan secara total, namun dipetik sebagian besar daunnya dan
menyisakan daun pada pucuknya agar pohon turi tidak mati.
Gambar 16. Tanaman Turi.
Turi seperti halnya gliricidia dapat dibudidayakan melalui biji
dan ada juga jenis turi yang dapat dibudidayakan dari stek batangnya.
Untuk meningkatkan efisiensi penggunaannya, daun turi sebaiknya
diberikan pada saat kebutuhan zat-zat makanan meningkat secara
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
36
drastis, terutama pada akhir kebuntingan, awal laktasi dan cempe pada
mas pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan agar angka kematian anak
dapat dicegah dan pertumbuhan anak lebih cepat.
3.6. Tanaman Kaliandra (Calliandra calothrysus)
Kaliandra digunakan secara luas untuk pakan ternak karena :
daun, bunga, tangkai mempunyai kandungan protein cukup tinggi 20-
25%, serta cepat tumbuh dan kemampuan bertunas tinggi setelah
pemangkasan. Kaliandra dapat dibudidayakan melalui biji atau
mengambil anakannya yang sudah berkar dari alam bebas kemudian
ditanam di lahan yang sudah disediakan.
Pemanfaatan kaliandra sebagai hijauan pakan ruminansia telah
memperlihatkan pengaruh yang menguntungkan tidak hanya
performans produksi tetapi performans reproduksi ternak juga
meningkat. Baik ternak ruminansia kecil maupun yang besar tidak
memperlihatkan suatu masalah bila disuplementasi dengan kaliandra
segar atau dalam bentuk silase tetapi tidak boleh dalam bentuk kering.
Kaliandra dapat diberikan sendiri atau dalam campuran dengan legum
lain yang tidak mengandung tanin untuk mensuplementasi ternak yang
diberi rumput. Tambahan sumber energi sangat bermanfaat untuk
meningkatkan performans produksi ternak.
Gambar 17. Tanaman Kaliandra.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
37
Permasalahan kaliandra sebagai pakan ternak adalah kadar tannin
yang tinggi sehingga mempunyai tingkat kecernaan yang rendah (30-
60%). Sistim “cofeeding” adalah cara pemberian pakan campuran
antara legum yang mengandung kadar tannin tinggi seperti kaliandra
dengan legum yang tidak mengandung tanin seperti gamal (gliricidia
sepium) atau turi (sesbania grandifora). Tujuannya untuk mencegah
sebagian dari protein terlarut dalam gamal agar tidak dipecah di dalam
rumen yaitu dengan mengikatkannya pada tanin kaliandra. Kemudian
diharapkan ikatan tanin-protein dapat pecah dalam pH abomasum yang
rendah sehingga protein daun dapat langsung dimanfaatkan oleh ternak
itu sendiri.
Namun demikian tidak perlu dikhawatirkan mengingat Kambing
dilaporkan mempunyai kemampuan mencerna tannin karena memiliki
enzim tannase pada mukosa ruminal.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
38
BAB IV
TEKNOLOGI SILASE
4.1. Pengertian Silase
Silase adalah hijauan makanan ternak (HMT) yang diawetkan
dengan teknologi fermentasi. Tujuan utama pembuatan silase adalah
untuk mengawetkan dan mempertahankan zat makanan dari hijauan
untuk disimpan dan dimanfaatkan dalam jangka waktu lama. Dengan
teknologi silase kesulitan peternak untuk memenuhi kebutuhan hijauan
makanan ternak dapat teratasi terutama pada musim kemarau.
Teknologi silase diketemukan secara tidak tidak sengaja. Pada
jaman dahulu kala di daratan Eropa ada seorang penggembala sapi,
yang selalu dengan rajin dan penuh perhatian pada ternak yang di
gembalanya. Dia sangat memperhatikan keberadaan beberapa anak sapi
gembalaannya yang sering tidak kebagian hijauan saat merumput.
Kemudian dia menyabit rumput, yang kemudian dia tempatkan pada
kantung kain tebal yang selalu dia bawa sebagai tempat menyimpan
bekal makannya. Rumput yang di bawanya kemudian dengan penuh
rasa kasih sayang di berikan pada anak-anak sapi setibanya di kandang.
Pada suatu ketika , setelah menyabit dan menempatkan rumput di dalam
kantung tebalnya, anak–anak sapi tersebut selalu mendekatinya dan
berusaha memakan rumput yang berada dalam kantung tersebut.
Penggembala itu merasa kesal, menghardik agar anak sapi tersebut
belajar merumput, kemudian dia mengubur kantung plastiknya di dalam
tanah, agar anak sapi tersebut tidak manja dan mau berusaha lebih keras
dalam merumput. Sebagai manusia biasa si penggembala tidak bisa
menemukan kembali kuburan kantung plastiknya, saat mereka pulang
ke kandang. Beberapa minggu kemudian saat menggembala pada
tempat yang sama dimana dia mengubur kantung plastiknya, secara
kebetulan dia menemukan kembali kuburan tersebut. Setelah di gali
ulang, di buka dan dilihat isinya, ternyata rumput tersebut masih ada
serta beraroma wangi dan berasa kemanisan. Dia coba berikan pada
anak-anak sapi, ternyata mereka sangat menyukainya, demikian juga
saat di berikan pada sapi dewasa lainnya.
Prinsip dasar pembuatan silase memacu terjadinya kondisi
anaerob dan asam dalam waktu singkat. Ada 3 hal paling penting agar
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
39
diperoleh kondisi tersebut yaitu menghilangkan udara dengan cepat,
menghasilkan asam laktat yang membantu menurunkan pH, mencegah
masuknya oksigen kedalam silo dan menghambat pertumbuhan jamur
selama penyimpanan. Fermentasi silase dimulai saat oksigen telah habis
digunakan oleh sel tanaman. Bakteri menggunakan karbohidrat mudah
larut untuk menghasilkan asam laktat dalam menurunkan pH silase.
Tanaman di lapangan mempunyai pH yang bervariasi antara 5 dan 6,
setelah difermenatsi turun menjadi 3.6- 4.5. Penurunan pH yang cepat
membatasi pemecahan protein dan menghambat pertumbuhan
mikroorganisme anaerob merugikan seperti enterobacteria dan
clostridia. Produksi asam laktat yang berlanjut akan menurunkan pH
yang dapat menghambat pertumbuhan semua bakteri.
Pembuatan silase dilakukan pada saat produksi hijauan berlimpah
dan sebaiknya di saat fase pertumbuhan hijauan dengan kandungan zat
makanan optimum. Silase dibuat dengan menggunakan tempat yang
rapat dan kedap udara yang biasa disebut silo. Bentuk silo berupa
bangunan berbentuk silinder atau bunker yang dapat ditutup rapat. Cara
lain pembuatan silase yaitu dengan membuat lubang seperti sumur yang
diberi alas plastik. Selain itu dapat juga digunakan drum yang terbuat
dari plastik. Apabila silase yang dibuat dalam jumlah banyak, maka silo
dapat dibuat dengan menggali lubang sesuai dengan volume bahan
silase sehingga biaya yang dikeluarkan tidak memberatkan peternak.
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan silase antara lain alat
pencacah hijauan, plastik atau bahan lain yang kedap udara.
Pengolahan bahan pakan secara fisik, seperti halnya pada
perlakuan pencacahan-pemotongan hijauan sebelum diberikan pada
ternak akan membantu memudahkan ternak untuk mengkonsumsi dan
mencerna. Sedangkan perlakuan kimiawi, umumnya ditujukan terbatas
pada upaya penambahan aditif atau vitamin atau upaya lain seperti
pemecahan dinding sel hijauan yang umunya mengandung khitin,
selulosa dan hemiselulosa sehingga hijauan sulit dicerna.
Hijauan yang diawetkan dengan cara dibuat silaseini dalam
kondisi kadar air yang tinggi (40-80 persen). Keunggulan pakan yang
dibuat silase adalah pakan awet (tahan lama), tidak memerlukan proses
pengeringan, meminimalkan kerusakan zat makanan/gizi akibat
pemanasan serta mengandung asam-asam organik yang berfungsi
menjaga keseimbangan populasi mikroorganisme pada rumen (perut)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
40
sapi. Konsep teknologi silase yang dikembangkan selama ini masih
bersifat silase tunggal (single silage) dan proses pembuatannya dalam
kondisi anaerob (tanpa oksigen). Dalam praktek di lapangan, konsep
silase ini cukup terkendala karena meminta tempat simpan (pemeraman)
yang cukup vakum.
4.2. Bahan-bahan Silase
Bahan utama pembuatan silase adalah segala macam hijauan baik
dari rumput-rumputan maupun dari tumbuhan lainnya yang di sukai
ternak ruminansia, seperti daun dan batang yang berasal dari tanaman
jagung, tebu, kacang-kacangan, gandum, nanas, padi, dll. Syarat hijauan
yang baik adalah jenis tumbuhan atau hijauan serta bijian yang di sukai
oleh ternak, terutama yang mengandung banyak karbohidratnya
disamping itu dalam kondisi masih segar atau langsung setelah disabit
dari lahan, jangan yang sudah disimpan lama. Silase merupakan hijauan
segar yang diawetkan dan tidak kehilangan nutrisinya.
Jerami jagung merupakan hasil ikutan bertanam jagung dengan
tingkat produksi mencapai 4-5 ton/ha. Kandungan nutrisi jerami jagung
diantaranya protein 5,56%, serat kasar 33,58%, lemak kasar 1,25, abu
7,28 dan BETN 52,32%. Dengan demikian, karakterisitik jerami jagung
sebagai pakan ternak tergolong hijauan bermutu rendah dan
penggunaannya dalam bentuk segar tidak menguntungkan secara
ekonomis. Selain itu, jerami jagung memiliki kandungan serat kasar
tinggi sehingga daya cernanya rendah. Kualitas jerami jagung sebagai
pakan ternak dapat ditingkatkan dengan teknologi silase yaitu proses
fermentasi yang dibantu jasad renik dalam kondisi anaerob (tanpa
oksigen). Teknologi silase dapat mengubah jerami jagung dari sumber
pakan berkualitas rendah menjadi pakan berkualitas tinggi serta sumber
energi bagi ternak.
Bahan tambahan diperlukan dalam pebuatan silase. Bahan
tambahan diperlukan untuk mempercepat proses atau untuk
meningkatkan dan mempertahankan kadar nutrisi yang terkandung pada
bahan baku silase. Penambahan bahan additive ini bisa dilakukan secara
langsung dengan memberikan tambahan bahan-bahan yang
mengandung karbohidrat yang siap diabsorpsi oleh mikroba.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
41
Bahan tambahan yang diperlukan dalam pembuatan silase antara
lain :
- Molase : 2,5 kg/100 kg hijauan
- Onggok (tepung) : 2,5 kg/100 kg hijauan
- Tepung jagung : 3,25 kg/100 kg hijauan
- Dedak halus : 5,0 kg/100 kg hijauan
- Ampas sagu : 7,0 kg/100 kg hijauan
Bahan tambahan ini bisa dipilih salah satu sesuai dengan
ketersediaannya di lokasi dan ditambah urea 1-3% sebagai bahan aditif.
4.3 Cara Pembuatan
Pembuatan silase dimulai dengan mempersiapan bahan utama
silase, persiapan bahan-bahan tambahan dan tempat pembuatan silase
(silo).
Proses pembuatan silase hijau antara lain :
1. Hijauan makanan ternak dipotong-potong kurang lebih 5 cm.
Pemotongan dan pencacahan perlu di lakukan agar mudah di
masukan dalam silo dan mengurangi terperangkapnya ruang udara di
dalam silo serta memudahkan pemadatan.
2. Bahan tambahan dan urea dicampurkan kemudian diaduk secara
merata.
3. Campuran bahan baku dimasukkan kedalam silo sedikit-sedikit dan
dipadatkan. Saat memasukan bahan baku kedalam silo lakukan
penekanan atau pengepresan untuk setiap lapisan agar padat. Hal ini
dilakukan agar oksigen sebanyak mungkin di kurangi atau di
hilangkan sama sekali dari ruang silo.
4. Silo ditutup rapat sehingga udara luar tidak masuk ke dalam
(anaerob). Setelah selesai dilakukan pengisian kedalam silo,
kemudian segera ditutup rapat-rapat, sehingga udara dan air
tak dapat masuk kedalam silo. Supaya penutupan itu bisa rapat
betul, maka usahakanlah agar tutup pertama diberikan lembaran
plastik, kemudian ditutup dengan tanah secukupnya, misalnya
setebal 50 cm, setelah tutup pertama dengan lembaran plastik dan
tanah itu selesai, kemudian diatasnya diberikan beban pemberat,
seperti batu atau kantong-kantong plastik yang diisi tanah agar
keadaan silo benar-benar rapat.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
42
5. Simpan di tempat yang aman dan hindarkan silo dari hujan dan sinar
matahari langsung.
6. Diperam atau diinkubasi selama 3 minggu, setelah itu baru dapat
disimpan atau diberikan pada ternak.
Pembuatan silase dengan bahan baku utama jerami jagung yang
perlu dipersiapkan yaitu 1 ton jerami jagung (kadar air 60-70%)
sedangkan bahan pencampur terdiri dari urea 2,5 kg, gula saka/molases
4 kg dan dedak halus 5 kg.
Proses pembuatan silase jagung antara lain :
1. Jerami jagung yang telah dilayukan kadar air 60-70% dipotongpotong
3-5 cm.
2. Gula tebu dilarutkan dengan 12 liter air dengan cara diaduk atau
direbus.
3. Jerami jagung yang telah dipotong dimasukkan kedalam tempat
pembuatan dengan cara ditumpuk dan dipadatkan.
4. Pemberian urea, dedak halus dan larutan gula tebu dilakukan secara
bertahap dan berlapis.
5. Setiap ketebalan tumpukan berkisar 20 cm urea, dedak dan larutan
gula tebu ditaburkan dan disiram secara merata. Demikian
seterusnya sampai proses penumpukan selesai.
6. Tumpukan kemudian ditutup rapat dengan menggunakan plastik atau
bahan kedap udara dan tidak rembes air lalu diberikan beban
diatasnya dengan menggunakan ban bekas atau karung berisi pasir.
7. Selama proses fermentasi tumpukan tidak perlu dibalik dan lindungi
dari hujan dan sinar matahari langsung.
8. Proses pembuatan silase akan selesai 21 hari setelah proses
penutupan.
9. Tumpukan silase yang telah mengalami proses fermentasi,
dikeringkan disinar matahari dan diangin-anginkan sehingga cukup
kering sebelum disimpan pada gudang penyimpanan.
4.4 Ciri-ciri Silase Yang Jadi
Proses pembuatan silase berlangsung selama 21 hari. Setelah
pembuatan silase sebaiknya dilihat untuk mengetahui kualitas silase
yang dihasilkan. Apaila proses pembuatan silase sesuai dengan caracara
yang tepat, maka hasilnya akan baik.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
43
Silase dengan kualitas yang baik akan menampilkan ciri-ciri khasnya
yaitu :
1. Silase yang baik adalah baunya agak wangi.
2. Rasanya manis dan sedikit asam.
3. Warnanya hijau kekuning-kuningan.
4. Tidak berjamur.
5. Waktu dibuka suhu tidak panas (kurang 30o).
6. Apabila dipegang kering dan teksturnya lembut.
7. Tidak menggumpal.
8. PH berkisar antara 4 – 4,5.
9. Kandungan gizi tidak berkurang bahkan bertambah.
Kerusakan hijauan di dalam penyimpanan kemungkinan bisa terjadi.
Hal-hal yang perlu diantisipasi agar tidak menimbulkan terjadinya
kerusakan antara lain ialah :
1) Pemadatan hijauan didalam silo yang kurang sempurna sehingga
menimbulkan terjadinya kantong-kantong udara didalam
penyimpanan.
2) Penutupan silo yang tak sempurna, sehingga udara atau air bisa
masuk kedalamnya, sehingga keadaan menjadi terbuka dan aerob
yang memungkinkan bakteri pembusuk dan jamur tumbuh subur dan
merugikan proses ensilage, mengarah terjadinya pembusukan
ensilage serta penurunan nilai gizi.
Keuntungan yang diperoleh peternak apabila membuat silase antara
lain:
1. Dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Silase disimpan
dalam silo yang terlindung dari sinar matahari dan hujan. Silase tetap
dalam kondisi anaerob. Dengan penyimpanan yang baik, maka
silase dapat bertahan selama lebih dari setahun.
2. Menghemat waktu penyediaan hijauan makanan ternak. Peternak
dapat menyimpan HMT dalam jumlah yang banyak sesuai dengan
kebutuhan sehingga tidak tergantung pada musim lagi.
3. Mengurangi limbah peternakan. Pakan dalam bentuk silase akan
memudahkan ternak dalam mengkonsumsi sehingga yang terbuang
kurang dari 5%.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
44
4. Disukai ternak. Silase mempunyai aroma yang khas dan palatabilitas
yang baik sehingga ternak lebih menyukai kalau sudah terbiasa.
4.6. Cara Pemberian Pada Ternak
Pemberian silase pada ternak harus dilakukan dengan
memperhatikan respon ternak. Silase mempunyai aroma dan rasa yang
khas, maka tidak semua ternak langsung mempunyai respon yang baik.
1. Pengambilan silase harus dilakukan secara hati-hati, silo harus cepatcepat
ditutup agar udara tidak masuk. Silase paling baik disimpan
dalam silo yang berukuran sesuai dengan kebutuhan, sekali ambil isi
silo habis. Misalnya setiap hari dibutuhkan 100 kg silase, maka
kapasitas silo juga 100 kg.
2. Sebelum diberikan pada ternak silase diangin-anginkan terlebiih
dahulu, jangan diberikan langsung pada ternak.
3. Untuk ternak yang belum terbiasa makan silase, pemberian
dilakukan sedikit-sedikit dicampur dengan hijauan segar yang
dikurangi secara bertahap. Jika sudah terbiasa silase dapat diberikan
sesuai dengan kebutuhan ternak setiap hari.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
45
BAB V
TEKNOLOGI AMONIASI
5.1 Pengertian Amoniasi
Amoniasi adalah suatu proses perombakan dari struktur keras
menjadi struktur lunak (hanya struktur fisiknya) dan penambahan unsur
N saja. Pengolahan amoniasi meruipakan suatu proses pememotongan
ikatan rantai tadi dan membebaskan sellulosa dan hemisellulosa agar
dapat dimanfaatkan oleh tubuh ternak. Amoniak (NH3) yang berasal
dari urea akan bereaksi dengan jerami padi, sehingga ikatan tadi bisa
terlepas dan berganti ikatan dengan NH3, dan saat yang sama sellulosa
serta hemisellulosa akan terlepas dari ikatan. Dengan demikian maka
sifat kecernaan jerami akan meningkat, juga kadar proteinnya juga
meningkat karena NH3 yang terikat akan berubah menjadi senyawa
sumber protein.
Dalam setiap hijauan termasuk di dalamnya adalah jerami padi,
terdapat Sellulosa dan hemisellulosa yang merupakan bagian dari serat
kasar hijauan. Keduanya secara kimia merupakan rantai yang panjang
dari glukosa. Ikatan rantai ini cukup kuat. Disamping itu mereka juga
berikatan dengan lignin, ikatan inipun lebih kuat dari ikatan diantara
sellulosa tadi. Semua jalinan ikatan tersebut secara keseluruhan sangat
tahan tahan terhadap “serangan” enzim yang dikeluarkan oleh mikroba
rumen (pencernaan). Sehingga kandungan sellulosa dan hemisellulosa,
tidak dapat di cerna dan di manfaatkan tubuh ternak sebagai energi.
Amoniasi tujuannya adalah untuk memecah kaca pelindung
tersebut di atas, serta mengurai ikatan serat yang sangat kuat pada
dinding jerami tersebut, agar sellulosa dan hemisellulosa, yang
mempunyai nilai energi sangat tinggi bisa di cerna dan diserap oleh
pencernaan ternak ruminansia Terdapat beberapa bahan kimia yang
dapat dimanfaatkan seperti kaustik soda (NaOH), Urea dan bahan kimia
lainnya, namun disamping kurang aman bagi lingkungan, harga dan
cara penanganannya sangat banyak membutuhkan biaya. Bahan kimia
yang paling murah dan mudah di dapat serta mudah penanganannya
adalah dengan menggunakan Urea Urea merupakan salah satu sumber
amoniak (NH3) berbentuk padat. Urea yang banyak beredar untuk
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
46
pupuk tanaman pangan kadar nitrogen yang terkandung didalamnya
adalah 46 persen.
Dosis amoniak yang biasa digunakan secara optimal adalah 4 - 6
NH3 dari berat kering jerami. Kurang dari 3 % tidak ada pengaruhnya
terhadap daya cerna maupun peningkatan kandungan protein kasar,
tetapi amoniak ini hanya berfungsi sebagai pengawet saja. Bila lebih
dari 6 % amoniak akan terbuang karena tidak sanggup lagi diserap oleh
jerami dan akan lepas ke udara bebas, kerugiannya hanya pemborosan
amoniak yang berarti kerugian ekonomis saja. Untuk mengolah jerami
padi dengan amoniak ada tiga sumber yang dapat dipergunakan yaitu :
1. NH3 dalam bentuk gas cair.
2. NH4OH dalam bentuk larutan.
3. Urea dalam bentuk padat.
5.2 Bahan-bahan Amoniasi
Syarat bahan pakan yang diproses dengan teknologi amoniasi
adalah tumbuhan yang berdinding keras, seperti batang padi, atau
jerami yang berkualitas baik, artinya tidak busuk ataupun basah karena
terendam air sawah maupun hujan.
Jerami padi ini mempunyai kandungan protein 4,5 - 5,5%, lemak
1,4 - 1,7 %, serat kasar 31,5 - 46,5%, abu 19,9 - 22,9%, kalsium 0,19%,
fosfor 0,1% dan BETN 27,8 - 39,9%. Dengan demikian karakteristik
jerami padi sebagai pakan ternak tergolong hijauan bermutu rendah.
Selain kandungan nutrisinya yang rendah, jerami padi juga termasuk
pakan hijauan yang sulit dicerna karena kandungan serat kasarnya
tinggi sekali. Daya cerna yang rendah itu terutama disebabkan oleh
struktur jaringan jerami yang sudah tua. Jaringan-jaringan pada jerami
telah mengalami proses lignifikasi (pengerasan) sehingga terbentuk
ligriselulosa dan lignohemiselulosa. Selain oleh adanya proses
lignifikasi, rendahnya daya cerna ternak terhadap jerami disebabkan
juga oleh tingginya kandungan silikat. Lignifikasi dan silifikasi tersebut
secara bersamaan akan semakin meurunkan dayaa cerna jerami padi.
Rendahnya kandungan nutrisi jerami padi dan sulitnya daya cerna
jerami, menyebabkan jerami menjadi pakan ternak ruminansia sangat
rendah manfaatnya Tujuan pembuatan Amonisasi adalah meningkatkan
kualitas jerami yang rendah kandungan nutrisinya, menjadi jerami yang
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
47
kandungan nutrisinya memadai, serta makin tingi daya kecernaannya.
Kandungan amonia juga akan digunakan oleh mikroba rumen dalam
aktivitas sintesis protein, sehingga bisa membuat jerami padi menjadi
lebih baik untuk dikonsumsi dan daya cernanya yang tinggi.
Urea yang merupakan sumber NH3 yang mudah untuk
mendapatkannya karena tersedia sampai ke pelosok desa. Dosis urea
yang ditaburkan ke dalam jerami jumlahnya sekira 4%-6% dari berat
jerami. Dengan kata lain, setiap 100 kg jerami padi yang akan
diamoniasi membutuhkan urea sebanyak 4-6 kg. Jika dosis urea yang
ditaburkan ke dalam jerami terlalu banyak, maka urea tersebut tidak
akan memberikan pengaruh signifikan terhadap nilai nutrisi pada
jerami.
Air yang digunakan sebanyak 40 liter untuk setiap 100 kg bahan
baku. Air berfungsi untuk melarutkan urea sehingga bisa tercampur
merata dan untuk membasahi bahan campuran.
5.3 Cara Pembuatan Amoniasi Jerami Padi
Sebelum dilakukan pembuatan amoniasi perlu dipersiapkan
tempatnya. Tempat yang murah dan mempunyai kapasitas besar adalah
membuat silo dengan menggali lubang di tanah. Setiap 1 meter kubik
silo dapat menampung 400-500 kg jerami padi. Silo atau lubang dalam
tanah dibuat dengan memperhatikan syarat-syarat sebagi berikut :
1. Silo dibuat di tempat yang agak tinggi agar tidak tergenang air di
musim hujan
2. Jarak dengan kandang tidak terlalu jauh agar memudahkan
pengangkutan.
Sebagai contoh sebuah silo paling kecil untuk keperluan 1 ekor sapi
dewasa selama musim kemarau 100 hari (± 3 bulan) dibuat dengan
menggali lubang sebesar 2 m2.
Silo ini dapat diperbesar sesuai dengan kebutuhan.
a. Bahan-bahan :
1. 1000 kg jerami padi kering udara
2. 60 kg urea
3. 400 liter air
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
48
b. Peralatan :
1. Silo tanah ukuran 1 x 2 x 1 meter (lebar 1 meter, panjang 2 meter,
dalam 1 meter).
2. Dua buah drum bekas yang terbuka atasnya, kapasitas 200 liter.
3. 25 meter lembaran plastik lebar 2 meter (1/2 rol) (1 rol
panjangnya 50 liter).
4. Dua buah ember.
5. Dua buah alat pengaduk.
c. Cara pengerjaanya :
1. Pada dasar silo di hamparkan plastik. Bila plastik cukup banyak
juga pada bagian sisi-sisinya tapi yang penting adalah dasar dari
silo tersebut agar cairan urea tidak langsung meresap ke dalam
tanah. Ujung-ujung plastik dibiarkan berada diatas tanah dan
diganjal dengan batu, pada dasar dan di sudut-sudutnya juga
harus ditindih dengan batu atau bata agar plastik tidak bergerak
ditiup angin sebelum jerami di masukkan ke dalam silo.
2. Jerami dimasukkan ke dalam lubang diatas plastik sedikit demi
sedikit dan disusun sedimikian rupa arahnya. Bila melinyang
maka semua jerami disusun melintang dengan maksud agar
mudah pada saat dipadatkan. Untuk memadatkan jerami tersebut
dapat diinjakinjak. Untuk satu ton jerami padi kering karena
kelenturannya maka jerami akan muncul kepermukaan.
3. Siapkan larutan urea dalam kedua drum air yang berisi air
tersebut. Agar tidak lumer airnya maka masing-masing drum
dikurangi airnya sebanyak 30 liter langsung disiramkan kedalam
silo secara merta untuk membasahi jerami. Setelah itu masingmasing
drum diisi dengan 30 kg urea lalu diaduk dengan alat
pengaduk sampai seluruh urea tersebut larut. Dengan
menggunakan ember seluruh isi kedua drum tersebut disiramkan
keatas jerami secara merata. Biasanya permukaan jerami yang
muncul dipermukaan tersebut akan mulai turun karena memadat
sendiri karena basah. 4. Setelah selesai penyiraman dengan
larutan urea, bagian plastik yang berada diluar silo dilipat hingga
menutupi seluruh permukaan jerami. Selesai penutupan
permukaan lalu langsung ditimbun dengan tanah diatasnya
setebal kurang lebih 30 cm. Lebih tinggi lebih baik agar air tidak
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
49
mengenang diatas tumpukan jerami tersebut, sebaiknyatimbunan
ini dibuat seperti punggung kura-kura (gunungan).
5. Silo kemudian dibiarkan untuk proses amoniasi, kira-kira satu
bulan.
6. Setelah satu bulan silo sudah bisa dibongkar dan jerami disimpan
dibawah atap tempat penyimpanan. Seperti halnya dengan teknik
lainnya, jerami harus diangin-anginkan paling sedikit 2 hari
sebelum diberikan pada ternak. Setelah silo ini dibongkar dapat
dipakai lagi dan langsung diisi lagi dengan cara yang sama.
5.4 Ciri-ciri Amoniasi Yang Jadi
Proses pembuatan amoniasi berlangsung selama 30 hari. Setelah
pembuatan amoniasi sebaiknya dilihat untuk mengetahui kualitas
amoniasi yang dihasilkan. Apaila proses pembuatan amoniasi sesuai
dengan cara-cara yang tepat, maka hasilnya akan baik.
Amoniasi dengan kualitas yang baik akan menampilkan ciri-ciri
khasnya yaitu :
1. Warnanya kecoklat-coklatan .
2. Kering.
3. Lembut jika dibandingkan dengan asalnya.
Jerami hasil amoniasi atau jerami amoniasi, jika di keluarkan dari
pembungkusnya harus diletakkan pada tempat atau rang yang terbuka
tapi terlindung dari air hujan dan sengatan matahari. Air akan
menyebabkan terjadinya pembusukan secara cepat pada jerami
amoniasi. Semakin lama di simpan maka bau amonia nya akan makin
hilang, dan semakin baik pula di berikan sebagai pakan ternak.
5.5. Cara Pemberian Pada Ternak
Setelah proses amoniasi selama 30 hari, maka jerami sudah
matang dan dapat diberikan pada ternak. Sebelum diberikan pada ternak
jerami amoniasi diangin-anginkan terlebih dahulu selama 2 hari.
Jerami amoniasi dapat diberikan pada ternak dalam bentuk utuh,
atau dicampur dengan makanan tambahan atau penguat lainnya untuk
meningkatkan palatabilitas dan mengimbangi kandungan kandungan
nitrogen non-protein pada urea. Pemberian jerami amoniasi sebagai
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
50
makanan pokok membutuhkan air minum sebagai faktor yang sangat
perlu diperhatikan ketersediaannya.
5.6. Amoniasi Kulit Kopi
Bahan yang digunakan dalam pembuatan amoniasi kulit kopi
adalah 20 kg kulit kopi kering udara, 1 kg urea, dan 14 liter air. Adapun
peranti yang dibutuhkan meliputi timbangan, gelas ukur, terpal plastik,
kantong plastik (disesuaikan dengan jumlah bahan), ember, dan
pengaduk.
Cara pembuatannya, kulit kopi dihamparkan pada terpal /
lembaran plastik berukuran 180 x 200 cm2. Masukkan 14 liter air ke
dalam ember, dan masukkan pula 1 kg urea ke dalamnya. Aduk terus
sampai semua urea terlarut. Siramkan larutan urea ke kulit kopi secara
merata, kemudian dibolak-balik sampai seluruh bagian kulit basah oleh
larutan tersebut. Masukkan kulit kopi ke dalam plastik kantong (90 x
100 cm) secara rangkap, kemudian dipadatkan, dan diikat erat-erat.
Pastikan tak ada kebocoran pada kantong plastik. Setelah empat
minggu, amoniasi kulit kopi sudah dapat dibuka.
Amoniasi diangin-anginkan selama 1-2 hari, sampai bau
menyengat amoniak hilang. Sekarang, hasil amoniasi bisa digunakan
sebagai pakan sapi atau domba. Kulit kopi yang telah diamoniasi
mempunyai kandungan protein 17,88 %, kecernaan 50 % (semula 40
%), VFA 143 mM (semula 102 mM) dan NH3 12,04 mM (semula 4,8
mM).
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
51
BAB VI
TEKNOLOGI FERMENTASI
6.1 Pengertian Fermentasi
Fermentasi merupakan proses perombakan dari struktur keras
secara fisik, kimia dan biologi sehingga bahan dari struktur yang
komplek menjadi sederhana, sehingga daya cerna ternak menjadi lebih
efisien. Proses fermentasi berbeda dengan amoniasi yang merupakan
proses perombakan dari struktur keras menjadi struktur yang lebih
lunak. Dengan demikian yang berubah dalam proses amoniasi hanyalah
struktur fisiknya saja dan penambahan unsur N. Sedangkan fermentasi
merupakan proses perombakan struktur keras secara fisik, kimia dan
biologi, sehingga bahan dengan struktur yang kompleks akan berubah
menjadi lebih sederhana, dan hal tersebut menyebabkan daya cerna
ternak menjadi lebih efisien.
6.2 Bahan-bahan fermentasi
Bahan pakan yang sering diproses dengan teknologi fermentasi
adalah jearami padi. Jerami padi adalah tanaman padi yang telah
diambil buahnya (gabahnya), sehingga tinggal batang dan daunnya yang
merupakan limbah pertanian terbesar serta belum sepenuhnya
dimanfaatkan karena adanya faktor teknis dan ekonomis. Jerami (padi)
selama ini hanya dikenal sebagai hasil ikutan dalam proses produksi
padi di sawah. Pada sebagian petani, jerami sering digunakan sebagai
mulsa pada saat menanam palawija. Hanya sebagian kecil petani
menggunakan jerami sebagai pakan ternak alternatif di kala musim
kering karena sulitnya mendapatkan hijauan. Di lain pihak jerami
sebagai limbah pertanian, sering menjadi permasalahan bagi petani,
sehingga sering di bakar untuk mengatasi masalah tersebut .
Sebagai bahan pakan, jerami padi mempunyai beberapa kriteria
yang tidak diinginkan yaitu mempunyai kandungan protein kasar,
kalsium dan fosfor yang rendah masing-masing adalah 3-5 %, 0,15%
dan 0,10%; serta kandungan serat kasar yang tinggi (31,5-46,5%);
akibatnya menimbulkan kecernaan yang rendah yaitu 35-40%.
Konsekuensi dari karakteristik tersebut menyebabkan jerami padi hanya
dapat dikonsumsi maksimal sebesar 2% berat badan, sehingga apabila
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
52
diberikan secara tunggal menyebabkan penurunan berat badan.
Optimalisasi pemanfaatan jerami padi sebagai pakan ternak salah
satunya adalah dengan suplementasi atau pemberian pakan tambahan
yang bertujuan selain dapat meningkatkan daya cerna jerami padi juga
dapat meningkatkan suplai zat nutrisi bagi induk semang. Bahan
suplemen untuk jerami padi harus mengandung protein (N), energi dan
mineral yang cukup.
Produksi jerami padi dapat mencapai 12 - 15 ton per hektar per
panen, bervariasi tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman padi
yang digunakan. Jerami padi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai
pakan sapi dewasa sebanyak 2 - 3 ekor sepanjang tahun dan pada lokasi
yang mampu panen 2 kali setahun akan dapat menunjang kebutuhan
pakan berserat untuk 4 - 6 ekor.
Salah satu limbah tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai
pakan ternak adalah batang, daun, dan janggel jagung. Batang dan daun
jagung sudah biasa dimanfaatkan untuk pakan sapi, namun janggel atau
tongkol jagung belum biasa dimanfaatkan untuk pakan sapi. Janggel
hanya dibakar karena merupakan limbah dan mengganggu lingkungan.
Permasalahan utama penggunaan janggel jagung sebagai pakan sapi
adalah tingginya kandungan serat kasar yang berupa selulosa,
hemiselulosa, lignin, dan silika. Kadar lignin dan silika yang tinggi
mengakibatkan kecernaan janggel jagung menjadi rendah dan
konsumsinya oleh ternak terbatas. Dengan rendahnya konsumsi dan
kecernaan tersebut maka absorpsi energi menjadi faktor pembatas
utama bagi ternak. Untuk meningkatkan pemanfaatan janggel jagung
sebagai pakan ternak, janggel dapat diberi perlakuan fermentasi dengan
menggunakan mikroba Trichoderma viridae. Mikroba T. viridae antara
lain dapat diperoleh di Balai Penelitian Ternak (Balitnak) di Ciawi,
Bogor.
Ampas tebu merupakan limbah pabrik gula yang cukup banyak
dan sangat mengganggu apabila tidak dimanfaatkan. Saat ini belum
banyak peternak menggunakan ampas tebu tersebut untuk bahan pakan
ternak, hal ini mungkin karena ampas tebu mentiliki serat kasar dengan
kandungan lignin sangat tinggi (19.7%) dengan kadar protein kasar
rendah (28%). namun limbah ini sangat potensi scbagai bahan pakan
ternak. Melalui fermentasi menggunakan probiotik, kualitas dan tingkat
kecernaan ampas tebu akan diperbaiki sehingga dapat digunakan
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
53
sebagai bahan pakan. Tahapan fermentasi ampas tebu sama dengan
fermentasi jerami. namun perlu ditambahkan beberapa bahan unutuk
melengkapi kebutuhan mineral yang diperlukan dalam bahan pakan
tersebut.
Bahan lain yang dapat difermentasi dan digunakan sebagai pakan
ternak, adalah alang-alang, pucuk tebu, kulit kakao dan lainnya.
Tanaman Alang-alang yang difermentasi harus dilayukan terlebih
dahulu dan dipotong-potong dengan panjang anatara 5-10 cm.
Bahan lainnya yaitu, starter mikrobia (starbio) dan urea. Starter
mikrobia misalnya starbio merupakan hasil teknologi tinggi yang berisi
koloni mikroba rumen sapi yang diisolasi dari alam untuk membantu
penguraian struktur jaringan pakan yang sulit terurai. Adapun
kolonikoloni mikroba tersebut terdiri dari mikroba yang bersifat
proteolitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik dan yang bersifat fiksasi
nitrogen non simbiotik (Lembah Hijau Multifarm, 1999). Untuk
meningkatkan kualitas limbah pertanian, starbio mampu meningkatkan
derajat fermentasi bahan organic terutama komponen serat sehingga
serat sehingga menyediakan sumber energi yang lebih baik (Suharto et
al. 1983). Urea merupakan sumber NPN (Nitrogen bukan protein)
mudah didapat dan relatif murah harganya, namun demikian
pemberiannya tidak terlalu banyak karena dapat menimbulkan
keracunan. Jadi dalam pemberiannya kurang lebih 4 %. Urea dalam
proses fermentasi bermanfaat untuk mensuplai NH3 (amoniak), yang
akan digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba dalam proses
fermentasi, sehingga urea dapat dinyatakan hanya sebagai katalisator,
bukan sebagai penambah nutrisi pakan. Disamping itu urea merupakan
senyawa nitrogen yang sangat sederhana dan dapat diubah oleh mikro
organisme rumen, sebagian atau seluruhnya menjadi protein. Dan dapat
meningkatkan intake pakan.
6.3 Cara Pembuatan
a. Fermentasi jerami padi
(1) bahan-bahan yang digunakan :
• Jerami padi (misal 1 ton jerami kering panen)
• Starbio 0,6% (6 kg)
• Urea 0,6% (6 kg)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
54
• Air secukupnya (kelembaban 60%)
(2) Cara Membuatnya :
• Jerami ditumpuk 30 cm, kalau perlu diinjak-injak, lalu
ditaburi urea, starbio dan kemudian disirami air secukupnya
mencapai kelembaban 60%, dengan tanda-tanda jerami kita
remas, apabila air tidak menetes tetapi tangan kita basah
berarti kadar air mendekati 60%.
• Tahapan pertama kita ulang sampai ketinggian tertentu
(minimal 1,5 meter)
• Tumpukan jerami dibiarkan selama 21 hari (tidak perlu
dibolak-balik)
• Setelah 21 hari tumpukan jerami dibongkar lalu dianginanginkan
atau
• dikeringkan
• Jerami siap diberikan pada ternak atau kita stok dengan
digulung, dibok dan
• disimpan dalam gudang.
(3) Ciri-ciri hasil fermentasi jerami padi yang baik yaitu :
• Warna kuning agak kecoklatan (warna dasar jerami masih
terlihat)
• Teksturnya lemas (tidak kaku)
• Tidak busuk
• Tidak berjamur
• Baunya agak harum
(4) Cara Pemberian Pada Ternak
Setelah 3 - 4 minggu jerami padi siap diberikan kepada
ternak, namun sebelumnya dikeringkan dan diangin-angainkan
terlebih dahulu. Jika ternak tidak langsung mau makan, maka perlu
penyesuaian sedikit demi sedikit. Untuk penyimpanan dengan
waktu yang lama harus dikeringkan betul di bawah terik matahari.
Jerami fermentasi kering bisa disimpan sampai 6 bulan.
Catatan :
Proses fermentasi jerami ini harus dilakukan di tempat teduh
atau tempat yang terhidar dari panas matahari dan air hujan.
Namun tidak perlu ditutup, cukup diberikan penahan baik dari
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
55
samping maupun bagian atas agar tidak dirusak oleh ternak
seperti ayam. Apabila membuat fermentasi jerami dalam
jumlah sedikit tumpukan jerami bisa ditutup dengan seresah
atau karung goni.
b. Fermentasi tongkol jagung
Sebelum difermentasi, janggel jagung dihaluskan atau digiling
dengan alat penghancur sampai sebesar butiran jagung pipilan. Janggel
yang telah hancur kemudian dicampur dengan cairan starter yang
mengandung T. viridae lalu dimasukkan ke dalam tempat bertutup dan
dibiarkan selama 4 - 7 hari. Janggel jagung fermentasi dapat diberikan
kepada sapi dengan komposisi 3 bagian janggel dan 1 bagian dedak dan
hijauan. Hijauan yang diberikan pada ternak dapat disubstitusi dengan
janggel jagung fermentasi sehingga hijauan cukup diberikan sekitar
75% dari kebutuhan atau 7,5% dari bobot badan ternak.
c. Fermentasi ampas tebu
(1) bahan-bahan yang digunakan :
• Ampas tebu (misal 10 ton)
• 10 kg probiotik starbio
• Urea 10 kg
• Pupuk TSP/SP36 2 kg
• Pupuk ZA 2 kg
• Air secukupnya (kelembaban 60%)
(2) Cara Membuatnya :
• Ampas tebu ditumpuk 30 cm, kalau perlu diinjak-injak, lalu
ditaburi urea, starbio dan kemudian disirami air secukupnya
mencapai kelembaban 60%, dengan tanda-tanda ampas tebu
kita remas, apabila air tidak menetes tetapi tangan kita basah
berarti kadar air mendekati 60%.
• Tahapan pertama kita ulang sampai ketinggian tertentu
(minimal 1,5 meter).
• Tumpukan ampas tebu dibiarkan selama 21 hari (tidak perlu
dibolak-balik).
• Setelah 21 hari tumpukan ampas tebu dibongkar lalu dianginanginkan
atau dikeringkan.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
56
• Ampas tebu siap diberikan pada ternak atau kita stok dengan
digulung, dibok dan disimpan dalam gudang.
Seperti halnya pada jerami padi. Urea diperlukan untuk
meningkatkan katkan kadar protein ampas tebu Starbio dengan
kandungan mikrobanya diperlukan untuk mengurai lignin dan selulosa
serat kasar schingga memiliki kecernaan yang memenuhi syarat untuk
ternak. Pupuk TSP atau SP36 sebagai sumber phosphor. Pupuk ZA
sebagai sumber Sulfur. Nitrogen diperlukan untuk menstimulir mikroba
pengurai pada starbio sehingga menjadi lebih aktif.
d. Fermentasi kulit kakao
Kulit kakao dikumpulkan pada suatu tempat. Setelah terkumpul
kulit kakao tersebut sebaiknya dicacah agar volumenya menjadi kecil,
sebab dapat mempengaruhi kecepatan fermentasi bahan. Proses
pencacahan dapat dilakukan secara manual dan mekanik. Secara manual
dengan menggunakan pisau atau parang namun akan membutuhkan
waktu yang lama. Sedangkan dicacah dengan menggunakan mesin
pencacah proses penangananyan akan lebih cepat.
Mikroba yang digunakan adalah mikroba dari jenis aspergillus
dan dapat juga menggunakan mikroba yang banyak beredar dipasaran
dengan merek starbio, EM4 dan tricoderma dan lain sebainya. Namun
sebainya menggunakan aspergillus karena dari beberapa pengujian
aspergillus menunjukan hasil yang bagus.
• Sebelum fermentasi dilakukan, sebaiknya starter yang digunakan
diaktifkan terlebih dahulu sekaligus dilakukan pembiakan. Berikut
adalah tahapan aktifasi :
• Sediakan air dingin yang bebas dari kaporit sebaiknya digunakan air
sumur dalam wadah.
• Larutkan gula pasir sebanyak 1%, urea 0,5% dan NPK 0,5%
kedalam air. Misalnya air yang disediakan jumlahnya 10 kg maka
kebutuhan gula 50 gram, Urea 50 gram dan NPK 50 gram.
• Masukkan bibit starter kedalam larutan air, gula, urea dan NPK
sebanyak 5 gram/10 Kg air. Jika menggunakan starter cair maka
volume starter adalah 5 ml/10 liter air.
• Lakukan aerasi dengan menggunakan aerator selama 36 jam.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
57
• Kulit kakao yang sudah dicacah ditempatkan pada ruangan yang
tidak terkena air hujan dan panas matahari langsung dan beralaskan
bambu. Hal ini dilakukan untuk menjaga kelembaban.
• Lakukan penyiraman diatas tumpukan bahan secara merata. Tebal
tumbukan sebainya 10 cm, jika masih ada bahan maka buat
tumpukan lag diatas tumpukan yang pertama dengan ketebalan yang
sama, setelah itu lakukan penyiraman dengan menggunakan biakan
starter. Begitu seteruanya sampai bahan telah habis.
• Tutup tumpukan dengan menggunakan terpal untuk mengurangi
masuknya mikroba pengganngu/pencemar dari udara.
• Fermentasi dilakukan selama 6 hari.
Hasil fermentasi kulit kakao dapat diberikan langsung kepada
ternak setelah fermentasi. Namun jika akan dilakukan penyimpanan
sebaiknya hasil fermentasi dilakukan pengeringan. Pengeringan dengan
menggunakan sinar matahari langsung dapat dilakukan selama 2 – 3
hari. Setelah pengeringan dilakukan penggilingan dengan menggunakan
mesin penepung atau dismill.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
58
BAB VII
TEKNOLOGI HAY
7.1. Pengertian Hay
Hay adalah tanaman hijauan pakan ternak, berupa rumputrumputan/
leguminosa yang dipotong-potong dan dikeringkan agar bisa
diberikan kepada ternak. Dalam penyimpanan dalam bentuk kering
berkadar air 15-20%. Pengeringan dilakukan agar tidak tumbuh jamur.
Jamur dapat merusak kualitas hijauan yang disimpan. Pengeringan
dapat dilakukan dengan matahari atau dengan mesin. Tujuan khusus
pembuatan Hay adalah agar tanaman hijauan (pada waktu panen yang
berlebihan) dapat disimpan untuk jangka waktu tertentu sehingga dapat
mengatasi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan pada musim
kemarau.
Prinsip pembuatan hay adalah menurunkan kadar air hijauan
secara bertahap tetapi berlangsung secara cepat. Tujuan menurunkan
kadar air adalah agar sel-sel hijauan tersebut cepat mati dan mencegah
pertumbuhan mikroorganisme. Dengan demikian tidak terjadi proses
kimia baik berupa respirasi maupun fermentasi yang dapat
menghasilkan panas. Pada hijauan, keadaan ini akan dicapai pada bahan
kering 80 - 85%. Panas yang dipakai dapat berasal dari sinar matahari
atau buatan, dengan demikian proses pengeringan sangat dipengaruhi
oleh keadaan cuaca.
Pengawetan dengan cara ini jarang di lakukan oleh peternak di
Indonesia, mungkin karena jumlah hijauan yang tersedia relatif tak
terbatas. Lain halnya dengan di negara empat musim, dimana hijauan
yang tersedia pertahun sangat amat terbatas. Tak dapat di pungkiri
bahwa ketersediaan hijauan yang tak terbatas di Indonesia, justru lebih
menyusahkan peternak di saat musim panas, walaupun sebetulnya
hijauan relatif masih tersedia. Sebaliknya di negara empat musim
dimana selama hampir delapan bulan hijauan tidak tersedia, namun
mereka tidak pernah merasa kesulitan apalagi mengalami kerugian.
Penyebabnya adalah mereka lebih berpengalaman menghadapi masa
paceklik hijauan, yang mereka atasi dengan berbagai cara melakukan
penimbunan hijauan yang telah di awetkan,sebelum musim paceklik
tiba. Pembuatan hay adalah metoda yang sudah sangat lama / tua
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
59
mereka lakukan. Metoda ini dapat dilakukan dengan menggunakan
peralatan yang sederhana, dan biaya yang paling rendah. Metoda ini
dilakukan peternak di seluruh dunia, pelaksanaannya berbeda-beda
namun semua mengikuti prinsip dasar yang sama, yaitu mengurangi
kadar air yang terkandung dengan mempertahankan kandungan nutrisi
sebanyak mungkin.
Tujuan pembuatan hay adalah :
1) Penyediaan makanan ternak pada saat-saat tertentu, misalnya di
masa-masa paceklik, dan bagi ternak selama dalam perjalanan.
2) Memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik tetapi saat itu
ternak telah tercukupi kebutuhannya sehingga belum dimanfaatkan.
Oleh karena itu perlu dilakukan pengawetan.
3) Untuk menyeragamkan waktu panen agar tidak mengganggu
pertumbuhan pada periode berikutnya, sebab tanaman yang
seragam dan dipanen pada waktu yang tepat (tidak terlalu muda
atau tua) akan memilik daya cerna yang lebih tinggi disamping
nutrisi yang baik.
Pada tahap penumpukan hijauan akan terjadi proses-proses
sebagai berikut :
1.) Proses respirasi. Hijauan yang segar masih mampu mengadakan
respirasi. Respirasi ini akan mengambil oksigen dari luar dan akan
menghasilkan air serta panas. Kerusakan gizi pada tahap ini bisa
mencapai 10%.
2.) Proses fermentasi. Bakteri yang berpengaruh dalam proses
fermentasi adalah dari jenis bakteri thermofilik, yang akan
menghasilkan panas. Apabila tumpukan hijauan tidak sempurna,
kerusakan yang disebabkan oleh bakteri dan enzim tersebut bisa
mencapai 5 - 10%.
3.) Reaksi kimiawi. Dalam proses pembuatan hay mungkin akan
terjadi suatu reaksi kimiawi, akibat dari reaksi ini akan timbul panas
yang tinggi, sehingga hasil dari hay akan berwarna coklat
kehitaman.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
60
7.2. Bahan-bahan Pembuatan Hay
Pada dasarnya bahan untuk pembuatan hay adalah segala macam
hijauan yang di sukai oleh ternak ruminansia. Cara memanen dan
penanganan paska panen sangat mempengaruhi kualitas hay. Cara
memanen yang kurang baik akan mengakibatkan banyaknya hijauan
yang akan tercecer dan terbuang. Hijauan yang dipanen diletakkan di
tempat yang teduh dan memadai, agar tidak terkena hujan. Kualitas
hijauan akan menurun kalau terkena hujan. Syarat hijauan (tanaman)
yang dibuat Hay :
- Bertekstur halus atau yang berbatang halus agar mudah kering
- Dipanen pada awal musim berbunga.
- Hijauan (tanaman) yang akan dibuat hay dipanen dari area yang
subur.
- Hijauan yang akan diolah harus dipanen saat menjelang berbunga
(berkadar protein tinggi, serat kasar dan kandungan air optimal),
sehingga hay yang diperoleh tidak berjamur (tidak berwarna
“gosong”) yang akan menyebabkan turunnya palatabilitas dan
kualitas.
Hay dapat disimpan dalam jangka waktu lama, untuk itu biasanya
diberi pengawet. Adapun macam-macam pengawet yang dapat dipakai
antara lain :
1. Garam dapur (NaCl)
Dengan dosis sebanyak1-2% akan dapat mencegah timbulnya panas
karena kandungan uap air, juga dapat mengontrol aktivitas mikroba,
serta dapat menekan pertumbuhan jamur.
2. Asam propionik
Asam propionik berfungsi sebagai fungicidal dan fungistalic yaitu
mencegah dan memberantas jamur yang tumbuh serta tidak
menambah jumlah jamur yang tumbuh. Adapun pemberian untuk
hay yang diikat (dipak) sebanyak 1% dari berat hijauan.
3. Amonia cair.
Amonia cair berfungsi sebagai fungicidal dan pengawet, mencegah
timbulnya panas, meningkatkan kecernaan hijauan tersebut dan
memberikan tambahan N yang bukan berasal dari protein (NPN).
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
61
7.3. Proses Pembuatan Hay
Sebaiknya pembuatan HAY dilakukan diakhir musim hujan,
dengan harapan pada saat itu cuaca cukup tinggi dan masih terdapat
hujan sehingga rumput setelah dipotong masih memungkinkan tumbuh
dengan baik karena masih tersedia cukup air. Rumput yang baik adalah
rumput yang menjelang masa berbunga.
Beberapa cara proses pembuatan hay antara lain dengan
pengeringan di lapangan, pengeringan dengan menggunakan para-para,
pengeringan dengan panas buatan, pengeringan dengan membiarkan
hijauan menua/standing hay.
1.) Pengeringan di lapangan
Rumput yang dipotong rata-rata berkadar air 80%, harus
dikeringkan sampai kadar air antara 16-24%. Pengeringan ini sangat
tergantung pada sinar matahari, angin, hujan, temperatur, dan
kelembaban udara. Prinsip pengeringan di lapangan adalah hijauan
yang baru dipotong, segera ditebarkan di atas tanah yang datar,
setipis mungkin. Setiap 1-2 jam dibolak-balik dan diaduk. Apabila
cuacanya buruk/hujan, sebaiknya hay dikumpulkan jadi satu,
ditumpuk dan ditutup dengan plastik bila perlu, baru setelah
cuacanya baik, hay ditebarkan kembali. Pengeringan dihentikan bila
BK hay sudah mencapai 80-85%. Menurut hasil penelitian
Ristianto, pengeringan dapat dpercepat apabila pada waktu siang
hari ditebarkan, sedangkan pada malam harinya digulung, untuk
menghindari penyerapan air pada waktu malam hari.
Di daerah panas, daun bisa hancur dalam waktu 2-3 hari,
terutama untuk golongan legume. Di samping warna yang berubah,
protein, vitamin A dan E juga mengalami penurunan, dengan
demikian kualitas hay yang dihasilkan menjadi rendah. Untuk
mengatasi hal tersebut di atas, telah dibuat beberapa model alat
pengeringan yang sederhana, mengingat bahwa pengeringan di
lapangan/di atas tanah terbukti sulit untuk mempertahankan kualitas
2.) Pengeringan dengan menggunakan para-para
Bila cuaca buruk, pengeringan dengan menggunakan parapara
dapat menbantu mempertahankan kualitas hay. Hijauan
dibiarkan terurai di lapangan selama 1-2 hari (tergantung cuaca)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
62
dengan tujuan mengurangi kandungan airnya/melayukan.
Pengeringan selanjutnya dilakukan dengan meletakkannya di atas
para-para sampai BK-nya mencapai 80-85%. Pengeringan ini
biasanya berlangsung 3 sampai 6 minggu tergantung cuacanya.,
walaupun demikian nilai gizinya lebih tinggi dibandingkan dengan
bila dikeringkan dengan cara ditebar di lapangan.
4.) Pengeringan dengan panas buatan
Pengeringan dengan panas buatan dimaksudkan agar proses
pengeringan lebih cepat dan kemunduran gizi yang disebabkan oleh
cuaca bisa dihindari, di samping itu juga dapat dipakai di segala
waktu/musim, tetapi memerlukan biaya yang sangat mahal. Prinsip
pengeringan dengan panas buatan adalah hijauan segar dikeringkan
pada tempat khusus dengan temperatur 100°C - 250°C. Pengeringan
dihentikan apabila kadar BK sudah mencapai 80-85%. Kekurangan
cara ini adalah memerlukan biaya yang cukup besar untuk
pengadaan mesin panas buatan.
5.) Pengeringan dengan membiarkan hijauan menua/standing hay
Untuk mengatasi kekurangan hijaun makanan ternak dapat
juga dibuat standing hay, yaitu mengusahakan sebagian lahan atau
kebun rumput dan membiarkan rumput tersebut berbunga, menua,
dan akhirnya menjadi kering dengan sendirinya. Kualitas hay yang
dihasilkan jelas jauh lebih rendah dibandingkan dengan cara
pengeringan yang lain
7.4. Ciri-ciri Hay yang Jadi
Setelah proses pembuatan hay, maka akan dihasilkan hijauan
pakan yang baik dengan ciri-ciri :
1. Warna hijau kekuningan.
2. Berbau harum agak manis dan wangi rumput.
3. Tidak banyak daun yang rusak, bentuk daun masih utuh atau jelas
dan tidak kotor.
4. Tidak berjamur dan tidak bercampur dengan bahan yang lain.
5. Kering tetapi tidak mudah patah.
Hay dapat disimpan di tempat yang kering, tidak lembab dan
terhindar dari hujan. Sebaiknya peternak mempunyai gudang pakan
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
63
untuk menyimpan pakan yang sudah diawetkan untuk persediaan
ternak. Tempat penyimpanan hay diusahakan tidak terkena air hujan
dan memiliki ventilasi yang cukup baik. Selain itu sebaiknya hay
disusun secara rapi dengan memberikan jarak antara tumpukan yang
satu dengan tumpukan yang lain. Hal ini dilakukan untuk memperlacar
aliran udara dalam tempat penyimpanan serta memudahkan
pengontrolan terhadap hama lain seperti tikus dan memudahkan dalam
pengambilan saat pemberian kepada ternak
Cara pemberian hay pada ternak sapi dapat dilakukan secara
langsung tanpa pemberian apa-apa. Bisa juga dengan cara mencampur
hijauan pakan segar jika ternak belum terbiasa. Perbandingan antara
rumput segar dengan hay hádala 1 : 7 artinya 1 kg hay setara dengan 7
kg rumput segar.
Gambar 18. Hay yang sudah jadi.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
64
DAFTAR BACAAN
Asmak, 1992. Hasil Pengkajian BPTP Sumbar.
Departemen Pertanian RI. manglayang.blogsome.com/2006/03/hijauanpakan-
ternak-gamal-gliricidia-sepium/
Nista.D, Natalia.H, Taufik.A. 2007. Teknologi Pengolahan Pakan Sapi.
Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Dwiguna dan Ayam
Sembawa, Sumatra Selatan.
Maryono, 2009.Memenfaatkan Hasil Hutan Ikutan Tananaman Pangan
dan Perkebunan Untuk Pakan Ternak, Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertania Vol 31 no 4.
Mustang. 2010. (http://www.mustang89.com /artikel-peternakan/146
amoniasi meningkatkan kualitas-pakan-ternak diakses 10 Januari
2010.
Planta, 2011.(http://anekaplanta.wordpress.com/2008/01/08/fermentasiampas-
tebu-untuk-pakan-ternak/ diakses 10 nov 2011.
Prawirodiputra, BR dkk, 2006. Hujauan Pakan Ternak. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
Prihatman, K.2000. Pakan Ternak. Proyek Pengembangan Ekonomi
Masyarakat Pedesaan, Bappenas.
Subhan, A. 2006. Janggel Jagung Fermentasi, Pakan Alternatif Musim
Kemarau. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol 28
No 4.
Toni, 2011. (http://tonysapi.multiply.com/journal/item/19. Amoniasi
diakses pada tanggal 9 November 2011).

No comments:

Post a Comment