Eutrofikasi didefinisikan sebagai pengayaan (enrichment) air
dengan nutrien atau unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh
tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer
perairan. Nutrient yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor. Eutrofikasi
diklasifikasikan menjadi dua yaitu artificial atau cultural eutrophication dan
natural eutrophication. Eutrofikasi diklasifikasikan sebagai artificial
(cultural eutrophication) apabila peningkatan unsur hara di perairan disebabkan
oleh aktivitas manusia dan diklasifikasikan sebagai natural eutrophication jika
peningkatan unsur hara di perairan disebabkan oleh aktivitas alam (Effendi,
2003).
Beberapa elemen (misalnya silikon, mangan, dan vitamin)
merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan algae. Akan tetapi, elemen-elemen
tersebut tidak dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi meskipun memasuki badan
air dalam jumlah yang cukup banyak. Hanya elemen tertentu, misalnya fosfor dan
nitrogen, yang dapat menyebabkan perairan mengalami eutrofikasi (Mason 1993 in
Effendi 2003).
Eutrofikasi merupakan suatu problem yang mulai muncul pada
dekade awal abad ke-20, ketika banyak alga yang tumbuh di danau dan ekosistem
lainnya. Meningkatnya pertumbuhan algae dipengaruhi langsung oleh tingkat
kesuburan perairan oleh adanya aktivitas manusia biasanya berasal dari limbah
organik yang masuk ke perairan.
Algae memiliki peran dalam proses fotosintesis untuk
menghasilkan bahan organik dan oksigen dalam air sebagai dasar mata rantai makanan
di perairan. Namun apabila keberadaan Algae di perairan dalam jumlah berlebih,
maka dapat menurunkan kualitas perairan. Tingginya populasi fitoplankton
(algae) beracun di perairan dapat menyebabkan berbagai akibat negatif yang
merugikan perairan, seperti berkurangnya oksigen perairan dan menyebabkan
kematian biota perairan lainnya.
Gejala
Terjadinya Eutrofikasi
Problem eutrofikasi baru disadari pada dekade awal abad
ke-20 saat alga banyak tumbuh di danau-danau dan ekosistem air lainnya. Problem
ini disinyalir akibat langsung dari aliran limbah domestik. Hingga saat itu
belum diketahui secara pasti unsur kimiawi yang sesungguhnya berperan besar
dalam munculnya eutrofikasi ini.
Masalah utama sebagai pemicu terjadinya proses peledakan
kelimpahan fitoplankton di suatu perairan adalah kodisi lingkungan perairan
tersebut yaitu adanya peningkatan nutrisi yang tidak seimbang pada trofik level
di lapisan eufonik. Peningkatan masuknya nutrisi bisa merupakan proses alami
(seperti proses umbulan atau upwelling, masukan dari air sungai yang tercemar)
atau akibat aktivitas manusia. Selain itu buangan bahan organik diperairan
biasanya berupa bahan nutrisi dari hasil pemupukan (fosfat, nitrogen dan
potasium) sebagai penyumbang utama akan pencemaran di perairan sehingga
mengakibatkan beberapa jenis biota perairan mati (Sediadi & Thoha, 2000).
Berdasarkan berbagai penelitian yang telah dilakukan
terhadap danau besar dan kecil, di antara nutrient yang berperan penting bagi
tanaman (karbon, nitrogen, dan fosfor) ternyata fosfor merupakan elemen kunci
dalam proses eutrofikasi. Suatu perairan dikatakan eutrofik jika konsentrasi
total fosfor berada dalam rentang 35-100 µg/L. Sebuah percobaan berskala
besar yang pernah dilakukan pada tahun 1968 terhadap Danau Erie (ELA Lake 226)
di Amerika Serikat membuktikan bahwa danau yang hanya ditambahkan karbon dan
nitrogen tidak mengalami fenomena algal bloom selama delapan tahun pengamatan.
Sebaliknya, bagian danau lainnya yang ditambahkan fosfor (dalam bentuk senyawa
fosfat) di samping karbon dan nitrogen terbukti nyata mengalami algal bloom.
Menyadari bahwa senyawa fosfatlah yang menjadi penyebab
terjadinya eutrofikasi, maka perhatian para saintis dan kelompok masyarakat
pencinta lingkungan hidup semakin meningkat terhadap permasalahan ini. Ada
kelompok yang condong memilih cara-cara penanggulangan melalui pengolahan
limbah cair yang mengandung fosfat, seperti detergen dan limbah manusia, ada
juga kelompok yang secara tegas melarang keberadaan fosfor dalam detergen.
Program miliaran dollar pernah dicanangkan lewat institusi St Lawrence Great
Lakes Basin di AS untuk mengontrol keberadaan fosfat dalam ekosistem air.
Sebagai implementasinya, lahirlah peraturan perundangan yang mengatur
pembatasan penggunaan fosfat, pembuangan limbah fosfat dari rumah tangga dan
permukiman. Upaya untuk menyubstitusi pemakaian fosfat dalam detergen juga
menjadi bagian dari program tersebut (Anonim, 2011).
Akibat
yang Ditimbulkan Oleh Proses Eutrofikasi
Kondisi eutrofik sangat memungkinkan algae, tumbuhan air berukuran
mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat (blooming) akibat ketersediaan
fosfat yang berlebihan serta kondisi lain yang memadai. Hal ini bisa dikenali
dengan warna air yang menjadi kehijauan, berbau tak sedap, dan kekeruhannya
yang menjadi semakin meningkat. Banyaknya eceng gondok yang bertebaran di
rawa-rawa dan danau-danau juga disebabkan fosfat yang sangat berlebihan ini.
Akibatnya, kualitas air di banyak ekosistem air menjadi sangat menurun.
Rendahnya konsentrasi oksigen terlarut, bahkan sampai batas nol, menyebabkan
makhluk hidup air seperti ikan dan spesies lainnya tidak bisa tumbuh dengan
baik sehingga akhirnya mati. Hilangnya ikan dan hewan lainnya dalam mata rantai
ekosistem air menyebabkan terganggunya keseimbangan ekosistem air. Permasalahan
lainnya, cyanobacteria (blue-green algae) diketahui mengandung toksin sehingga
membawa risiko kesehatan bagi manusia dan hewan. Algal bloom juga menyebabkan
hilangnya nilai konservasi, estetika, rekreasional, dan pariwisata sehingga
dibutuhkan biaya sosial dan ekonomi yang tidak sedikit untuk mengatasinya
(Anonim, 2011).
Selain hal itu, dampak lain yang dapat terjadi akibat proses
eutrofikasi antara lain :
Blooming
algae dan tidak terkontrolnya pertumbuhan tumbuhan akuatik lain§
Terjadi
kekeruhan perairan§
Terjadi
deplesi oksigen, terutama di lapisan yang lebih dalam dari danau atau waduk§
Terjadi
supersaturasi oksigen§
Berkurangnya
jumlah dan jenis spesies tumbuhan dan hewan§
Berubahnya
komposisi dari banyaknya spesies ikan menjadi sedikit spesies ikan§
Berkurangnya
hasil perikanan akibat deplesi oksigen yang signifikan d perairan§
Produksi
substansi beracun oleh beberapa spesies blue-green algae§
Ikan
yang ada di perairan menjadi berbau lumpur§
Pengurangan
nilai keindahan dari danau atau waduk karena berkurangnya kejernihan air§
§Menurunkan kualitas air sebagai sumber air minum dan MCK
Strategi
Penanggulangan Eutrofikasi
Dewasa ini persoalan eutrofikasi tidak hanya dikaji secara
lokal dan temporal, tetapi juga menjadi persoalan global yang rumit untuk
diatasi sehingga menuntut perhatian serius banyak pihak secara terus-menerus.
Eutrofikasi merupakan contoh kasus dari problem yang menuntut pendekatan lintas
disiplin ilmu dan lintas sektoral.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan penanggulangan terhadap
problem ini sulit membuahkan hasil yang memuaskan. Faktor-faktor tersebut
adalah aktivitas peternakan yang intensif dan hemat lahan, konsumsi bahan
kimiawi yang mengandung unsur fosfat yang berlebihan, pertumbuhan penduduk bumi
yang semakin cepat, urbanisasi yang semakin tinggi, dan lepasnya senyawa kimia
fosfat yang telah lama terakumulasi dalam sedimen menuju badan air. Oleh karena
itu salah satu solusi yang penting yaitu dibutuhkan suatu kebijakan yang kuat
dalam mengontrol pertumbuhan penduduk serta penggunaan fosfat terutama di
bidang pertanian. Dalam pemecahan problem ini, peran serta pemerintah dan
seluruh masyarakat sangat penting terutama untuk mengelola, memelihara, dan
melestarikan sumber daya air demi kepentingan bersama (Anonim, 2011)
Pada
umumnya ada dua cara untuk menanggulangi eutrofikasi (Anonim, 2011)
1. Dampak terhadap Sosial
Ekonomi.
Uraian tersebut diatas menggambarkan betapa pencemaran oleh
limbah organik yang berlanjut akan mampu merubah metabolisme badan air dan
merusak system metabolisme yang ada sehingga ekosistem terdegradasi dan berubah
menjadi seperti “comberan” atau genangan air pembuangan limbah atau pelimbahan
Untuk itulah, maka meskipun saat ini waduk, danau dan pantai belum benar-benar
menjadi “comberan-raksasa” namun karena penuh dengan eceng gondok, alga
berlendir, beracun dan bau maka potensilain dari SDLP ini; seperti untuk
arena-rekreasi, dan budidaya ikan. akan hilang; sedangkan potensi lain seperti
untuk bahan baku air bersih, MCK dan pembangkit tenaga listrik menjadi sangat
mahal karena untuk memanfaatkan secara optimal memerlukan biaya tambahan yang
tidak sedikit. Tidak seperti di negera 4 musim yang hanya terjadi 1-2 kali
setahun. Di Indonesia, karena hampir setiap hari ada cahaya matahari maka
blooming
dapat terjadi setiap saat. Fenomena inilah yang menyebabkan waduk, danau dan
pantai yang telah menjadi hijau jarang menjadi jernih kembali.
Sumber daya air merupakan aset lingkungan dan karena itu
memiliki harga. Ada metode berbasis pasar untuk memperkirakan biaya dan
manfaat, dan ini memungkinkan untuk menggunakan analisis biaya-manfaat sebagai
alat yang berguna untuk menilai dampak ekonomi dari pengurangan dari
eutrofikasi atau masalah polusi lainnya. Manfaat berkisar dari kualitas air
minum yang lebih tinggi dan risiko kesehatan berkurang (Gambar 29) untuk
menggunakan rekreasi meningkat (Gambar 30).. Efek pada kesehatan manusia dari
kurangnya sanitasi dan efek kronis ganggang beracun adalah dua dari banyak efek
tidak langsung akibat eutrofikasi analisis biaya-manfaat pengurangan polusi
telah jelas menunjukkan bahwa biaya total masyarakat 'tidak ada pengurangan
polusi jauh lebih tinggi daripada setidaknya' pengurangan polusi yang wajar '.
Akibatnya,
perlu untuk memeriksa pencegahan pencemaran dan pemulihan kualitas air di danau
dan waduk dari sudut pandang ekonomi. Hasil pemeriksaan tersebut harus
diterapkan untuk menilai biaya dan pajak limbah hijau Pengalaman internasional
menunjukkan bahwa instrumen ekonomi yang cukup efektif dalam meningkatkan
kualitas air dan memecahkan masalah polusi air terkait Jadi, perencanaan yang
efektif dan pengelolaan danau dan waduk tidak hanya bergantung pada pemahaman
yang baik dari badan-badan air sebagai sistem ekologi tetapi juga nilai mereka
kepada orang-orang sebagai daerah rekreasi dan sumber daya air.
Di
masa lalu, strategi pengelolaan beberapa dikembangkan dan diterapkan untuk
memecahkan masalah penurunan kualitas permukaan dan air tanah. Ini sering
merupakan respon terhadap situasi kritis akut mengakibatkan kenaikan biaya air.
Permintaan air berkualitas baik segar hanya memecahkan sebagian dan lokal, ini
adalah karena terlalu sedikit sumberdaya yang dialokasikan terlambat untuk
memecahkan masalah. Pencegahan dini adalah jauh metode termurah untuk
menghindari kemudian polusi. Kebutuhan untuk mengintegrasikan isu-isu sosial
dan budaya dalam strategi manajemen baru
Pendekatan manajemen baru yang diperlukan yang
mengintegrasikan pengetahuan ilmiah dan teknologi dengan isu-isu sosial, budaya
dan politik untuk pembangunan berkelanjutan sumber daya air untuk kebutuhan
manusia. Pelaksanaan konsep DAS dengan membentuk Komite Daerah Aliran Sungai
nasional dan internasional adalah mendasar dalam mengembangkan strategi
manajemen yang efektif untuk danau dan waduk. Berdasarkan konsep ekosistem dan
pendekatan perencanaan terpadu, pelatihan para pembuat keputusan dan manajer
merupakan komponen yang sangat diperlukan dalam strategi ini.
Hal ini sering tidak aman untuk mengkonsumsi air di
negara-negara berkembang Perubahan persepsi dari nilai air untuk memenuhi
perubahan dalam pengelolaan sumber daya air, kebutuhan air lingkungan dan
seluruh ekosistem di negara-negara yang diperlukan. Ini akan sulit untuk
membuat perubahan seperti inersia diberikan saat ini terhadap nilai air, tetapi
kesadaran masyarakat dan pendidikan lingkungan adalah langkah-langkah dalam
arah yang benar.
Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas air di
negara-negara berkembang, khususnya meningkatkan eutrofikasi: industrialisasi,
pembangunan perkotaan, baru praktek pemanfaatan lahan dan perubahan dalam
penggunaan air. Mengingat perubahan ini, penting untuk mengintegrasikan
hidrologi, aspek sosial, ekonomi dan budaya dengan ilmiah berbasis pengetahuan
danau dan waduk. Aspek-aspek sosial dari eutrofikasi sering besar di negara
berkembang Hilangnya pekerjaan akibat dari ikan berat membunuh karena deplesi
oksigen adalah salah satu contoh dari dampak sosial yang besar akibat
eutrofikasi.
Sebuah strategi manajemen baru harus merekomendasikan beberapa
alternatif dengan praktek-praktek ini. Sebagai contoh, salah satu harus
merekomendasikan bahwa erosi tanah dapat dihentikan atau setidaknya dikurangi
dengan menghentikan deforestasi dan pembakaran teknik (Gambar 31) dalam
pertanian. Melaksanakan pencegahan, pengendalian dan pengelolaan eutrofikasi
dalam suatu strategi terpadu dapat memberikan kesempatan pekerjaan baru dan
alat untuk pengembangan ekonomi, dengan manfaat sosial yang sesuai
Anonim. 2011. Dekomposisi zat
organik. [terhubung berkala]. www.wordpress.com. [diakses pada tanggal 28
oktober 2011, pukul 21.00
Anonim.
2011. Eutrofikasi. [terhubung berkala]. www.wikipedia.com [diakses pada tanggal
28 oktober 2011 pukul 21.30]
Effendi,
H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Yogyakarta.
Mulyadi,
Aras. 1999. Pertumbuhan dan Daya Serap Nutrient dari Mikroalgae Dunalilella
tertiolecta yang Dipelihara pada Limbah Domestik. Jurnal Natur Indonesia 1I
(1): 65 - 68 (1999). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
Pekanbaru.
Sediadi,
H., dan A. Thoha. 2000. Kelimpahan Dan Keanekaragaman Fitoplankton Di Perairan
Sekitar Tambak Di Daerah Kamal, Tangerang, Jakarta. Jurnal. Puslitbang
Oseanologi-LIPI, Jakarta.
No comments:
Post a Comment